Thursday, September 20, 2012

Knowledge,Bodohologi





Bodohologi

Oleh : Amri Knowledge Entrepreneur

Bodohologi adalah ilmu yang mempelajari tentang optimalisasi kebodohan untuk mencapai kesuksesan hidup. Maksudnya adalah, bagaimana kebodohan-kebodohan yang kita miliki, tidak boleh menghambat keberanian-keberanian kita dalam menghadapi aneka permasalahan kehidupan.

Tulisan ini terinspirasi oleh dua orang sahabat kami, orang pertama sangat pandai dan menguasai berbagai keilmuan dan orang kedua adalah sangat bodoh dan tidak menguasai berbagai keilmuan untuk menghadapi kehidupan, bila dibanding dengan yang pertama.

Sahabat pertama, lulus dari salah satu perguruan tinggi yang sangat terkenal, kemampuan bahasa inggris dan bahasa arabnya sangat luar biasa, bisa mengemudi mobil dan mempunyai harta kekayaan berbentuk sawah warisan dari kedua orang tuanya.

Sahabat kedua, hanya tamat Sekolah Dasar (SD), itupun SD yang sangat tidak terkenal, bahasa inggris hanya mampu mengucapkan "Thanks You" dengan laval ucapan yang sangat tidak jelas, begitu juga bahasa arabnya amburadul, tidak bisa mengemudi mobil, ditambah dengan harta kekayaan dalam bentuk harta hutang. Maksudnya adalah tidak punya harta, sebab orang tuanya banyak hutang ke beberapa warung, karena tidak mampu membeli beras untuk menghidupi keluarganya.

Saya mengenal kedua sahabat ini, lebih dari 10 tahun, sebab mereka berdua adalah tetangga dekat, teman bermain setelah pulang sekolah.
Suatu ketika kedua orang ini, ingin belajar mandiri, karena merasa dirinya sudah mulai menginjak dewasa. Salah satu yang mereka lakukan adalah merantau ke Arab Saudi, dengan harapan pulang bisa membawa beberapa gebok uang yang bisa digunakan untuk masa depannya.

Logika berfikir manual, kita akan menduga bahwa sahabat pertama akan berpenghasilan lebih banyak dibanding dengan sahabat kedua. Namun kenyataan lapangan, justru terbalik. Sahabat pertama, sudah empat kali ke Arab Saudi dengan biaya dari hasil menjual sawah warisannya dan pulang tidak membawa uang sedikitpun, sebab empat kali ke Arab Saudi, semuanya hanya sesaat, yaitu setelah tiga sampai empat bulan pulang. Sedangkan sahabat kedua, hanya sekali pulang, itupun ketika waktu tempuh merantaunya sudah empat tahun, ketika pulang tentu berkelimpahan keuangan yang bisa untuk membayar hutang orang tuanya dan bisa membangun rumah.

Pertanyaanya adalah "Mengapa sahabat pertama gagal beberapa kali merantau?" dan "Mengapa sahabat kedua tidak gagal dan bisa bertahan empat tahun merantau?". Jawabannya sangat sederhana. Sahabat pertama tidak mempelajari ilmu "Bodohologi" dan sahabat kedua mampu mempelajari ilmu "Bodohologi".

Sahabat pertama, dengan aneka kemampuan keilmuan bahasa inggris, bahasa arab dan beberapa keilmuan lainnya. Namun keilmuannya, menjebak prestasinya. Hasil dialog kami, beliau mengatakan "Majikanku kurang bijak", sehingga saya sering bertengkar. Bahkan, saya sering berdebat masalah apa saja dengan bahasa inggris dan bahasa arab. Hasil perdebatan itu, mengarah pertengkaran. Akhirnya kami pulang.

Sahabat kedua, dengan aneka kemiskinan ilmu dan harta, maka dirinya tidak terjebak oleh ilmu dan hartanya, sehingga menjadi prestasi. Kalau majikannyamarah memakai bahasa inggris atau bahasa arab, dirinya tidak pernah tersinggung, karena memang tidak paham maknanya. Dia hanya langsung membetulkan pekerjaan-pekerjaan yang dianggap kurang sempurna oleh majikannya itu.

Sahabat CyberMQ,
Sahabat pertama, merasa banyak ilmu dan merasa masih punya harta, sehingga ilmu dan hartanya membelenggu prestasinya. Sedangkan sahabat saya kedua masih banyak kekurangan ilmu dan bahkan minus harta karena orang tuanya banyak hutang untuk beli beras. Dampak positifnya, justru kekurangan yang dia miliki, tidak menjebak prestasinya untuk tetap merantau dan siap menghadapi aneka tantangan ketika merantau, kalau ada kesalahan tinggal diperbaiki, tanpa banyak perdebatan.

Berani menghadapi aneka permasalahan hidup dengan pendekatan ilmu "bodohologi" atau permasalahan hidup semakin membesar karena keilmuan kita menjebak prestasi solusi kita!!!. Bagaimana pendapat sahabat ???

Masrukhul Amri: Seorang Knowledge Entrepreneur-pengusaha gagasan, bertempat tinggal di hp. 0812-2329518, Aktivitas sehari-hari sebagai Konsultan Manajemen Stratejik-Alternatif dan Director The Life University; Reengineering Mindsets - Unlocking Potential Power, TIM Daarut Tauhiid Bandung, sampai sekarang mengasuh acara MQ Enlightenment di 102.7 MQ FM. Mottonya adalah mari sama-sama belajar menjadi yang terbaik.

sumber : www.cybermq.com

...

Surat Imam Ali kepada Penguasa





Surat dari Imam Ali bin Abi Thalib untuk Para Penguasa

Bismillah hirrahmannirrahim,
Aku wasiatkan kepada mu Hai Malik (Malik Al Assytar,Gubernur Basrah)Aku adalah Khalifahmu,dan aku berpesan kepadamu :

Jadikanlah kekuasaanmu yang sangat pada segala sesuatu yang paling dekat dengan kebenaran, paling luas dalam keadilan dan paling meliputi kepuasan rakyat banyak. 
Sebab, kemarahan rakyat banyak mampu mengalahkan kepuasan kaum elit.

 Adapun kemarahan kaum elit dapat diabaikan dengan adanya kepuasan rakyat banyak. 

Sesungguhnya rakyat yang berasal dari kaum elit ini adalah yang paling berat membebani wali negeri dalam masa kemakmuran ; paling sedikit bantuannya di masa kesulitan ; paling membenci keadilan ; paling banyak tuntutannya, namun paling sedikit rasa terimakasihnya bila diberi ; paling lambat menerima alasan bila ditolak ; dan paling sedikit kesabaranya bila berhadapan dengan berbagai bencana.

Seburuk-buruk menterimu adalah mereka yang tadinya juga menjadi menteri orang-orang jahat yang telah berkuasa sebelummu, yang bersekutu dengan mereka dalam dosa dan pelanggaran.

 Maka jangan kau jadikan mereka sebagai kelompok pendampingmu, sebab mereka adalah pembantu-pembantu kaum durhaka dan saudara-saudara kaum yang aniaya.

Kemudian pilihlah untuk jabatan sebagai hakim orang-orang yang paling utama diantara rakyatmu, yang luas pengetahuannya dan tidak mudah dibangkitkan emosinya oleh lawannya.

 Tidak berkeras kepala dalam kekeliruan dan tidak segan kembali kepada kebenaran bila telah mengetahuinya. Tidak tergiur hatinya oleh ketamakan. Tidak merasa cukup dengan pemahaman yang hanya di permukaan saja, tetapi ia berusaha memahami sesuatu sedalam-dalamnya. 

Mereka yang paling segera berhenti, karena berhati-hati, bila berhadapan dengan keraguan. Yang paling bersedia menerima argumen-argumen yang benar dan yang paling sedikit rasa kesalnya bila didebat oleh lawan. Yang paling sabar menyelidiki semua urusan dan yang paling tegas beroleh kejelasan tentang penyelesainya.

Untuk kaum fakir miskin dan Kaum Lemah jangan kau lalaikan mereka. Jangan sekali-kali kau disibukkan oleh kemewahan. Dan jangan beranggapan bahwa kau tidak akan dituntut apabila melalaikan yang remeh semata-mata disebabkan kau telah menyempurnakan berbagai urusan yang besar lagi penting.

 Curahkanlah perhatianmu pada mereka dan jangan sekali-kali kau palingkan wajahmu dari mereka.

 Telitilah juga hal ihwal orang-orang yang tidak dapat mencapaimu disebabkan kehinaan mereka di mata orang banyak. Tugaskanlah beberapa orang kepercayaanmu-yang bersahaja dan tawadhu-untuk meneliti keadaan orang-orang itu.

 Kemudian penuhilah kewajibanmu terhadap mereka sehingga kaudapat mempertanggung-jawabkan kelak, pada saat perjumpaanmu dengan Allah SWT.

 Ingatlah apa yang dinyatakan oleh Rasulullah saw: Tidak akan tersucikan suatu ummat selama si lemah tidak dapat menuntut dan memperoleh kembali haknya dari si kuat tanpa rasa takut dan cemas.


(Sumber : Muhammad al Baqir, Mutiara Nahjul Balaghah, Mizan 1999)

Syair Imam Ali,


Aku kuatir dengan suatu masa yang rodanya dapat menggilas keimanan
Keyakinan tinggal pemikiran, yang tak berbekas dalam perbuatan
Banyak orang baik tapi tidak berakal,
Ada orang berakal tapi tidak beriman.
Ada lidah fasih tapi berhati lalai,
Ada yang khusuk tapi sibuk dalan kesendirian.
Ada ahli ibadah tapi mewarisi kesombongan iblis.
Ada ahli maksiat tapi bagai sufi,
Ada yang banyak tertawa tapi hatinya berkarat,
Ada yang banyak menangis tapi kufur nikmat,
Ada yang murah senyum tapi hatinya mengumpat,
Ada yang berhati tulus tapi wajahnya cemberut,
Ada yang berlisan bijak namun tak memberi teladan,
Ada pezina yang tampil menjadi figur,
Ada yang berilmu tapi tak faham,
Ada yang faham tapi tak menjalankan,
Ada yang pintar tapi membodohi,
Ada yang bodoh tak tau diri,
Ada yang beragama tapi tak berahlak,
Ada yang berahlak tapi tak bertuhan,
Lalu diantara semua itu dimanakah aku berada?

Kata Mutiara Imam Ali bin Abi Thalib A.S

آللهم صل على محمد وعلى آل محمد وعجل فرجهم
آللهم صل على محمد وعلى آل محمد وعجل فرجهم
آللهم صل على محمد وعلى آل محمد وعجل فرجهم



Akhirat berjalan maju, dunia berjalan mundur. 


Jadilah generasi akhirat, bukan budak-budak dunia. 

Sebab hari ini adalah masanya beramal bukan 

perhitungan, besok masanya perhitungan bukan 

beramal (Imam Ali bin Abi Thalib A.S )

Sabar ada dua, yaitu : 


Sabar terhadap apa yang engkau benci,

 dan Sabar terhadap apa yang engkau sukai


Wednesday, September 19, 2012

Nasihat imam jafar Ash-Shadiq


Nasihat Imam Ja’far Ash-Shadiq ra. Tentang Ilmu

Sahabat,
Menyimak nasihat dari para kekasih Allah SWT kemudian merenungkan dan berusaha mengamalkannya adalah menjadi tekad kita semua dalam rangka mensucikan qalbu dan diri kita. Nah, dalam tulisan kali ini, kami sajikan ajaran Imam Ja’far Ash-Shadiq ra. seorang ulama akhlaq yang merupakan salah satu keturunan Rasulullah SAW yang terkenal berakhlak mulia, faqih dalam Al-Quran, Hadits dan wawasan keislaman di zamannya.
BismillahirRahmaniRahim
Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa aali Muhammad.
Ilmu adalah landasan setiap kemuliaan dan puncak maqam (kedudukan) yang tinggi. Itulah sebabnya Nabi saw bersabda:
“Menjadi kewajiban dari setiap muslim, pria maupun wanita, untuk mencari ilmu.”, terutama ilmu tentang ketakwaan dan keyakinan.
Imam Ali kw berkata:
“Carilah ilmu, meskipun sampai ke negeri Cina.” Terutama ilmu untuk mengenal diri – yang di dalamnya terkandung ilmu tentang Tuhan.
Rasulullah saw juga bersabda:
“Barangsiapa mengenal dirinya maka dia mengenal Rabb-nya; terlebih, hendaknya kamu memiliki ilmu yang tanpa ilmu itu, tak ada tindakan yang dianggap benar, yaitu ilmu Ikhlas. Kami berlindung kepada Allah dari ilmu yang tidak bermanfaat.” Yaitu dari ilmu yang bertentangan dengan perbuatan-perbuatan yang dikerjakan secara ikhlas.
Ketahuilah bahwa sejumlah kecil ilmu menuntut amal dalam jumlah yang banyak. Misalnya ilmu tentang Hari Akhir menuntut orang yang menguasai ilmu tersebut beramal sesuai dengannya sepanjang masa hidupnya.
Nabi Isa as. berkata, “Aku melihat sebuah batu yang di permukaan atasnya tertulis, ‘Baliklah aku’ lalu aku pun membaliknya. Tertulis di baliknya, ‘Barangsiapa tidak berperilaku sesuai dengan ilmu yang diketahuinya, akan diwajibkan (baginya) untuk mencari apa yang tidak diketahuinya, dan ilmunya tersebut akan berbalik menentangnya.”
Allah SWT mewahyukan kepada nabi Daud as. “Hal terkecil yang akan Kulakukan terhadap seseorang yang memiliki ilmu tetapi tidak berperilaku sesuai dengan ilmunya tersebut, adalah menganggap ilmunya lebih buruk daripada tujuh puluh hukuman batin yang merupakan akibat dari Kehendak-Ku untuk menghilangkan dari qalbunya kebahagiaan dalam berzdikir kepada-Ku.”
Tidak ada jalan untuk mencapai Allah kecuali melalui ilmu. Dan ilmu merupakan perhiasan bagi manusia di dunia dan di akhirat kelak, menuntunnya menuju sorga, dan dengan sarana itu dia memperoleh ridha Allah.
Seorang yang benar-benar berilmu adalah dia yang di dalam dirinya terejewantahkan akhlak mulia, permohonan-permohonan yang ikhlas, kejujuran, kewaspadaan dari berbicara dengan bebas (tak terkendali). (Tanda berilmunya) Bukan di lisannya, debat-debatnya, pembandingan-pembandingannya, penegasan-penegasannya maupun pernyataan-pernyataannya.
Pada masa sebelum kita (zaman sebelum Imam Ja’far hidup), orang-orang yang mencari ilmu adalah mereka yang memiliki kecerdasan, kesalehan, kebijaksanaan, kesederhanaan, dan kewaspadaan. Namun sekarang ini, kita menyaksikan bahwa para pencari ilmu tidak memiliki sifat-sifat tersebut.
Orang yang berilmu membutuhkan kecerdasan, kebaikan, kasih-sayang, nasihat yang baik, ketabahan, kesabaran, kepuasan, serta kedermawanan. Sementara siapa pun yang ingin mempelajari ilmu memerlukan hasrat terhadap ilmu, kehendak, pengorbanan, kesalehan, kewaspadaan, daya ingat, dan keteguhan hati.[]
Sumber Tulisan:
Diketik lagi dengan beberapa editorial peristilahan dari buku “Lentera Ilahi, 99 Wasiat Imam Ja’far Ash-Shadiq” terjemahan oleh Rahmani Astuti dari The Lentern of The Path by Imam Ja’far Ash-Shadiq, Penerbit Mizan, Bandung, 1993.

Imam ali dan Penciptaan,


Imam Ali bin Abu Thalib Berbicara Tentang Penciptaan:

 Langit, Bumi dan Malaikat

Sahabat,
Rasulullah saw menyatakan bahwa Sayyidina Ali bin Abu Thalib kw. adalah sebagai “pintu ilmu beliau”, maka tidaklah heran kalau uraian kalimat Sayyidina Ali kw. menjadi penjelas yang memudahkan kita memahami ajaran Rasulullah saw. Kali ini kami haturkan tulisan yang kami ketik ulang dari buku terjemah Nahjul Balaghah, sebuah kitab yang berisi kumpulan khotbah, wasiat, serta nasihat Sayyidina Ali kw. Semoga bermanfaat.

“Segala puji bagi Allah yang tiada pembicara mana pun mampu meliputi segala pujian bagi-Nya.Tiada penghitung mana pun mampu mencakup bilangan nikmat karunia-Nya. Tiada daya-upaya bagaimanapun mampu memenuhi kewajiban pengabdian kepada-Nya. Tiada pikiran sejauh apa pun mampu mencapai-Nya, dan tiada kearifan sedalam apa pun mampu menyelami hakikat-Nya.
Sifat-Nya tidak terbatasi oleh lingkungan, tidak terperikan oleh ungkapan, tidak terikat waktu, dan tidak menjumpai kesudahan.
Dicipta-Nya semua makhluk dengan kuasa-Nya. Ditebarkan-Nya angin dengan rahmat-Nya. Ditenangkan-Nya getar bumi dengan gunung-gunungnya.
Adapun pokok pangkal agama adalah makrifat tentang Dia (Allah). Namun takkan sempurna makrifat tentang-Nya kecuali dengan tashdiq (pembenaran) terhadap-Nya. 

Takkan sempurna tashdiq terhadap-Nya, kecuali dengan tauhid dan keikhlasan kepada-Nya. Takkan sempurna keikhlasan kepada-Nya kecuali dengan penafian segala sifat dari-Nya.
Karena setiap “sifat” adalah berlainan dengan “yang disifati”, dan setiap “yang disifati” bukanlah persamaan dari “sifat yang menyertainya”. 

Maka barang siapa melekatkan suatu sifat kepada-Nya, sama saja dengan seseorang yang menyertakan sesuatu dengan-Nya. Dan barangsiapa menyertakan sesuatu dengan-Nya, maka ia telah menduakan-Nya.

 Dan barangsiapa menduakan-Nya, maka ia telah memilah-milahkan (Zat)-Nya. Dan barangsiapa memilah-milahkan-Nya, maka ia sesungguhnya tidak mengenal-Nya. Dan barangsiapa tidak mengenal-Nya, akan melakukan penunjukan kepada (arah)-Nya.

Dan barangsiapa melakukan penunjukan kepada-Nya, maka ia telah membuat batasan tentang-Nya.

Dan barangsiapa membuat batasan tentang-Nya, sesungguhnya ia telah menganggap-Nya berbilang. Dan barangsiapa berkata:”Di manakah Dia?”, maka sesungguhnya ia telah menganggap-Nya terkandung dalam sesuatu.

 Dan barangsiapa berkata: “Di atas apakah Dia?”, maka sesungguhnya ia telah mengosongkan sesuatu dari (kehadiran)-Nya.
Dia (Allah) maujud bukan karena suatu ciptaan. Bukan pula muncul dari ketiadaan. Dia “ada” bersama dengan segala sesuatu namun tidak dengan suatu kesertaan; 

Bukan pula Dia lain dari segala sesuatu disebabkan keterpisahan darinya. Dia adalah Pelaku, namun tanpa (menggunakan) gerak ataupun alat. Maha Melihat,

 meskipun sebelum adanya suatu makhluk apa pun. Sendiri, disebabkan tak adanya sesuatu yang dengannya Ia merasa terikat, ataupun gelisah bila ia terpisah dari-Nya.
Dimulai-Nya ciptaan-Nya tanpa pola sebelumnya, atau kebimbangan yang meliputi-Nya, atau pengalaman yang diperoleh-Nya, atau gerakan yang dibuat-Nya, atau keinginan jiwa yang mendorong-Nya.

Diwujudkan-Nya segalanya pada waktunya. Disenyawakan-Nya antara beraneka ragam bagiannya. 
Ditanamkan-Nya setiap watak dan
tabiatnya, lalu dikaitkan-Nya dengan “bayangannya”.

Telah diketahui-Nya semuanya sebelum bermula.Dikenal-Nya batas-batas dan akhir kesudahannya.Diliputi-Nya segala liku-liku yang menyertainya.

Dicipta-Nya ruang angkasa raya. Dibelah-Nya segenap arah dan lapis-lapis udaranya. Lalu dialirkan kepadanya air yang saling berbenturan arusnya,

 bergulung-gulung dalam ketinggiannya. Diterbangkan-Nya ’badai angin yang meniup kencang, menggoyang dan mengguncang, menjadikannya bagai alas yang menahan air itu dari kejatuhan, dan menambatnya erat-erat di atas permukaannya.

 Udara di bawahnya terbuka, dan air di atasnya memancar kuat-kuat.
Dicipta-Nya pula angin “pendorong” yang terus-menerus berembus kencang lagi amat jauh jangkauannya. Lalu ditugaskan-Nya sebagai “penggerak” air deras yang memancar dan “pengguncang” gelombang lautan yang luas.

bagaikan air dalam tempayan. Membadai dahsyat dalam kehampaan tiada terhingga, mencampuradukkan antara yang tenang dan bergelombang, sehingga menjulang tinggi “lidahnya”, dan terhempas jauh buih-buih-nya.
Lalu diangkat-Nya dalam hawa yang terbelah dan udara yang terbuka, dan dibuat-Nya tujuh lapis langit, yang terbawah bagai gelombang padat, dan yang teratas bagai atap yang tinggi, tanpa tiang penyangga atau pasak pengikat.
Dia pun menghiasinya dengan hiasan bintang-bintang bersinar cerah.Dan menjalankan kepadanya “pelita” terang-benderang serta bulan bercahaya, dalam peredaran melingkar, kubah berjalan dan lengkung bergerak.
Dan dibuat-Nya celah antara langit-langit yang tinggi, lalu dipenuhi-Nya dengan berbagai kelompok malaikat-Nya.

 Di antata mereka ada yang terus bersujud tak pernah rukuk. Ada pula yang terus rukuk tak pernah berdiri tegak. Ada lagi yang berbaris rapi tak pernah Berpisahan.

 Atau bertasbih selamanya tak pernah jemu. Tiada diliputi lelapnya mata, lupanya akal, lesunya tubuh atau hilangnya kesadaran.

Di antara mereka ada yang diserahi amanat wahyu-Nya, “penyambung lidah” kepada Rasul-rasul-Nya, dan berpulang-balik menyampaikan ketetapan dan perintah-Nya.

 Dan di antara mereka ada yang “kakinya” dengan teguh berpijak di bumi terendah, dan “lehernya” menjulur di langit teratas.

 Anggota tubuhnya melampaui segala penjuru. Pundaknya kukuh serasi dengan (“tiang-tiang”) penopang ‘arsy. Mereka memikulnya seraya menundukkan pandangan mata di bawahnya, berselubungkan sayap-sayapnya,terdinding antara mereka dan makhluk lainnya oleh tabir keperkasaan dan tirai kekuasaan-Nya.

 Tiada pernah mereka menggambarkan Tuhan mereka walau hanya dalam angan-angan. Tiada pernah menyifatkan-Nya dengan sifat-sifat makhluk apapun. Tidak mengaitkan-Nya dengan ruang atau menunjuk-Nya dengan pandangan.” []