Wednesday, September 18, 2013

Syiah itu Sunni plus Imamah, dan Sunni itu Syiah minus Imamah



Muhammad Subhan,
disadur dari tulisan beliau di FB,
D
Syiah itu Sunni plus Imamah, dan Sunni itu Syiah minus Imamah..semuanya sama mencintai Rasulullah dan keluarganya,..So,anda tidak bisa menilai negara Iran secara baik dan komprehensif hanya berdasarkan fatwa keagamaan ulama suku Baluchestan -yg tidak pakai Sandal- dipedalaman tandus gurun Sistan, demikian juga dg sebaliknya... Anda tidak bisa melekatkan begitu saja kekeliruan pandangan Syiah Al-Qaramithoh untuk menjustifikasi seluruh penganut Syiah...dan anda tidak bisa menilai penganut Sunni hanya bercermin dari segelintir pandangan fatwa ulama Wahhabi -yg Notabene sunni...bahkan lebih jauh lagi, Anda tidak bisa menuduh orang sesat dan pantas masuk neraka hanya karena anda bisa melihat dikening dahinya bertuliskan "Kafir"!..karena apa?
..karena pertama, itu belum tentu dari pandangan kalbumu yang bening..
kedua, anda kan tau, sejatinya Surga dan Neraka itu milik Allah..dan sejatiNya Allah tidak memerlukan alasan untuk memasukkan para hambanya itu ke Neraka atau ke Surga.
...apakah amal ibadah kita yg kita anggap baik ini bisa menjamin kita masuk ke Surga kelak?..saudaraku, kita hanya bisa berbuat baik dan selalu berusaha mendekat kepadaNya..dan bahkan kebaikan yg kita lakukan pun berasal dariNya.
.jadi Saudaraku,..tidak ada alasan yang masuk akal untuk mempertentangkan Sunni-Syiah, karena mereka semua saudara sesama muslim.
.marilah saudaraku Syiah dan Sunni..mari bersatulah dalam keluarga islam..bersatulah, karena kalian tidak akan kehilangan apa-apa kecuali prasangka-prasangka belaka...



Sekilas Biografi Habib Munzir Al-Musawa


Sekilas Biografi Habib Munzir Al-Musawa

Written by: Admin SM on 15 September 2013 | 20:04


Al-Allamah wal Fahamah Sayyidi Syarif Al-Habib Munzir bin Fuad bin Abdurrahman bin Ali bin Abdurrahman bin Ali bin Aqil bin Ahmad bin Abdurrahman bin Umar bin Abdurrahman bin Sulaiman bin Yaasin bin Ahmad Al-musawa bin Muhammad Muqallaf bin Ahmad bin Abubakar Assakran bin Abdurrahman Assegaf bin Muhammad Mauladdawilah bin Ali bin Alwi Alghayur bin Muhammad Faqihil Muqaddam bin Ali bin Muhammad Shahib Marbath bin Ali Khali’ Qasim bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad Almuhajir bin Isa Arrumiy bin Muhammad Annaqib bin Ali Al Uraidhiy bin Jakfar Asshadiq bin Muhammad Albaqir bin Ali Zainal Abidin bin Husein Dari Fathimah Azahra Putri Rasul SAW.

Nama beliau Munzir bin Fuad bin Abdurrahman Almusawa, dilahirkan di Cipanas Cianjur Jawa barat, pada hari jum’at 23 februari 1973, bertepatan 19 Muharram 1393H, setelah beliau menyelesaikan sekolah menengah atas, beliau mulai mendalami Ilmu Syariah Islam di Ma’had Assaqafah Al Habib Abdurrahman Assegaf di Bukit Duri Jakarta Selatan, lalu mengambil kursus bhs.Arab di LPBA Assalafy Jakarta timur, lalu memperdalam lagi Ilmu Syari’ah Islamiyah di Ma’had Al Khairat, Bekasi Timur, kemudian beliau meneruskan untuk lebih mendalami Syari’ah ke Ma’had Darul Musthafa, Tarim Hadhramaut Yaman pada tahun 1994, selama empat tahun, disana beliau mendalami Ilmu Fiqh, Ilmu tafsir Al Qur;an, Ilmu hadits, Ilmu sejarah, Ilmu tauhid, Ilmu tasawuf, mahabbaturrasul saw, Ilmu dakwah, dan ilmu ilmu syariah lainnya.

Habib Munzir Al-Musawa kembali ke Indonesia pada tahun 1998, dan mulai berdakwah, dengan mengunjungi rumah rumah, duduk dan bercengkerama dg mereka, memberi mereka jalan keluar dalam segala permasalahan, lalu atas permintaan mereka maka mulailah Habib Munzir membuka majlis, jumlah hadirin sekitar enam orang, beliau terus berdakwah dengan meyebarkan kelembutan Allah swt, yang membuat hati pendengar sejuk, beliau tidak mencampuri urusan politik, dan selalu mengajarkan tujuan utama kita diciptakan adalah untuk beribadah kepada Allah swt, bukan berarti harus duduk berdzikir sehari penuh tanpa bekerja dll, tapi justru mewarnai semua gerak gerik kita dengan kehidupan yang Nabawiy, kalau dia ahli politik, maka ia ahli politik yang Nabawiy, kalau konglomerat, maka dia konglomerat yang Nabawiy, pejabat yang Nabawiy, pedagang yang Nabawiy, petani yang Nabawiy, betapa indahnya keadaan ummat apabila seluruh lapisan masyarakat adalah terwarnai dengan kenabawian, sehingga antara golongan miskin, golongan kaya, partai politik, pejabat pemerintahan terjalin persatuan dalam kenabawiyan, inilah Dakwah Nabi Muhammad saw yang hakiki, masing masing dg kesibukannya tapi hati mereka bergabung dg satu kemuliaan, inilah tujuan Nabi saw diutus, untuk membawa rahmat bagi sekalian alam. Majelisnya mengalami pasang surut, awal berdakwah ia memakai kendaraan umum turun naik bus, menggunakan jubah dan surban, serta membawa kitab-kitab. Tak jarang beliau mendapat cemoohan dari orang-orang sekitar. Beliau bahkan pernah tidur di emperan toko ketika mencari murid dan berdakwah. Kini majlis taklim yang diasuhnya setiap malam selasa di Masjid Al-Munawar Pancoran Jakarta Selatan, yang dulu hanya dihadiri tiga sampai enam orang, sudah berjumlah sekitar 10.000 hadirin setiap malam selasa, Habib Munzir sudah membuka puluhan majlis taklim di seputar Jakarta dan sekitarnya, beliau juga membuka majelis di rumahnya setiap malam jum’at bertempat di jalan kemiri cidodol kebayoran, juga sudah membuka majlis di seputar pulau jawa, yaitu:

Jawa barat :

Ujungkulon Banten, Cianjur, Bandung, Majalengka, Subang.

Jawa tengah :

Slawi, Tegal, Purwokerto, Wonosobo, Jogjakarta, Solo, Sukoharjo, Jepara, Semarang,

Jawa timur :

Mojokerto, Malang, Sukorejo, Tretes, Pasuruan, Sidoarjo, Probolinggo.

Bali :

Denpasar, Klungkung, Negara, Karangasem.

NTB

Mataram, Ampenan

Luar Negeri :

Singapura, Johor, Kualalumpur.

Buku-buku yang sering menjadi rujukan beliau di majelisnya antara lain: kitab As-syifa (Imam Fadliyat), Samailul Muhammadiyah (Imam Tirmidzi), Mukasyifatul Qulub (Imam Ghazali), Tambili Mukhdarim (Imam Sya’rani), Al-Jami’ Ash-Shahih/Shahih Bukhari (Imam Bukhari), Fathul Bari’ fi Syarah Al-Bukhari (Imam Al-Astqalani), serta kitab karangan Imam Al-Haddad dan kitab serta pelajaran yang didapat dari guru beliau Habib Umar bin Hafidh.

Nama Rasulullah SAW sengaja digunakan untuk nama Majelisnya yaitu “Majelis Rasulullah SAW”, agar apa-apa yang dicita-citakan oleh majelis taklim ini tercapai. Sebab beliau berharap, semua jamaahnya bisa meniru dan mencontoh Rasulullah SAW dan menjadikannya sebagai panutan hidup.

Adapun guru-guru beliau antara lain:

Habib Umar bin Hud Al-Athas (cipayung), Habib Aqil bin Ahmad Alaydarus, Habib Umar bin Abdurahman Assegaf, Habib Hud Bagir Al-Athas, di pesantren Al-Khairat beliau belajar kepada Ustadz Al-Habib Nagib bin Syeikh Abu Bakar, dan di Hadramaut beliau belajar kepada Al-Imam Al-Allamah Al-Hafizh Al-Arifbillah Sayyidi Syarif Al-Habib Umar bin Muhammad bin Hafidh bin Syeikh Abu Bakar bin Salim (Rubath Darul Mustafa), juga sering hadir di majelisnya Al-Allamah Al-Arifbillah Al-Habib Salim Asy-Syatiri (Rubath Tarim).

Dan yang paling berpengaruh didalam membentuk kepribadian beliau adalah Guru mulia Al-Imam Al-Allamah Al-Hafizh Al-Arifbillah Sayyidi Syarif Al-Habib Umar bin Muhammad bin Hafidh bin Syeikh Abu Bakar bin Salim.

Salah satu sanad Guru beliau adalah:

Al-Habib Munzir bin fuad Al-Musawa berguru kepada Guru Mulia Al-Imam Al-Allamah Al-Hafizh Al-Musnid Al-Arifbillah Sayyidi Syarif Al-Habib Umar bin Muhammad bin Hafidh bin Syeikh Abu Bakar bin Salim,

Dan beliau berguru kepada Al-Allamah Al-Musnid Al-Habib Abdulqadir bin Ahmad Assegaf,

Dan beliau berguru kepada Al-Allamah Al-Musnid Al-Habib Abdullah Assyatiri,

Dan beliau berguru kepada Al-Allamah Al-Hafizh Al-Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi (simtuddurar),

Dan beliau berguru kepada Al-Allamah Al-Musnid Al-Habib Abdurrahman Al-Masyhur (shohibulfatawa),

Dan beliau berguru kepada Al-Allamah Al-Hafizh Al-Habib Abdullah bin Husen bin Thohir,

Dan beliau berguru kepada Al-Allamah Al-Hafizh Al-Habib Umar bin Seggaf Assegaf,

Dan beliau berguru kepada Al-Allamah Al-Musnid Al-Habib Hamid bin Umar Ba’alawiy,

Dan beliau berguru kepada Al-Allamah Al-Habib Al-Hafizh Ahmad bin Zein Al-Habsyi,

Dan beliau berguru kepada Al-Imam Al-Allamah Al-Hafizh Al-Habib Abdullah bin Alawi Al-Haddad (shohiburratib),

Dan beliau berguru kepada Al-Allamah Al-Musnid Al-Habib Husein bin Abubakar bin Salim,

Dan beliau berguru kepada ayahnya Al-Imam Al-Allamah Al-Habib Abubakar bin Salim (fakhrulwujud),

Dan beliau berguru kepada Al-Allamah Al-Hafizh Al-Habib Ahmad bin Abdurrahman Syahabuddin,

Dan beliau berguru kepada Al-Allamah Al-Hafizh Al-Habib Abdurrahman bin Ali (Ainulmukasyifiin),

Dan beliau berguru kepada ayahnya Al-Allamah Al-Musnid Al-Habib Ali bin Abubakar (assakran),

Dan beliau berguru kepada ayahnya Al-Allamah Al-Hafizh Al-Habib Abubakar bin Abdurrahman Assegaf,

Dan beliau berguru kepada ayahnya Al-Allamah Al-Hafizh Al-Habib Abdurrahman Assegaf,

Dan beliau berguru kepada ayahnya Al-Allamah Al-Musnid Al-Habib Muhammad Mauladdawilah,

Dan beliau berguru kepada ayahnya Al-Allamah Al-Musnid Al-Habib Ali bin Alwi Al-ghayur,

Dan beliau berguru kepada ayahnya Al-Allamah Al-Hafizh Al-Imam faqihilmuqaddam Muhammad bin Ali Ba’alawiy,

Dan beliau berguru kepada ayahnya Al-Allamah Al-Imam Ali bin Muhammad Shahib Marbath,

Dan beliau berguru kepada ayahnya Al-Allamah Al-Imam Muhammad Shahib Marbath bin Ali,

Dan beliau berguru kepada ayahnya Al-Allamah Al-Imam Ali Khali’ Qasam bin Alwi,

Dan beliau berguru kepada ayahnya Al-Allamah Al-Imam Alwi bin Muhammad,

Dan beliau berguru kepada ayahnya Al-Allamah Al-Imam Muhammad bin Alwi,

Dan beliau berguru kepada ayahnya Al-Allamah Al-Imam Alwi bin Ubaidillah,

Dan beliau berguru kepada ayahnya Al-Allamah Al-Imam Ubaidillah bin Ahmad Al-Muhajir,

Dan beliau berguru kepada ayahnya Al-Allamah Al-Imam Ahmad Al-Muhajir bin Isa Arrumiy,

Dan beliau berguru kepada ayahnya Al-Allamah Al-Imam Isa Arrumiy bin Muhammad Annaqib,

Dan beliau berguru kepada ayahnya Al-Allamah Al-Imam Muhammad Annaqib bin Ali Al-Uraidhiy,

Dan beliau berguru kepada ayahnya Al-Allamah Al-Imam Ali Al-Uraidhiy bin Ja’far Asshadiq,

Dan beliau berguru kepada ayahnya Al-Allamah Al-Imam Ja’far Asshadiq bin Muhammad Al-Baqir,

Dan beliau berguru kepada ayahnya Al-Allamah Al-Imam Muhammad Al-Baqir bin Ali Zainal Abidin,

Dan beliau berguru kepada ayahnya Al-Allamah Al-Imam Ali Zainal Abidin Assajjad,

Dan beliau berguru kepada ayahnya Al-Imam Husein ra,

Dan beliau berguru kepada ayahnya Al-Imam Ali bin Abi Thalib ra,

Dan beliau berguru kepada Semulia-mulia Guru, Sayyidina Muhammad Rasulullah SAW, maka sebaik-baik bimbingan guru adalah bimbingan Rasulullah SAW.

Sanad guru beliau sampai kepada Rasulullah SAW, begitu pula nasabnya. Demikian biografi singkat ini dibuat mohon maaf apabila ada kesalahan.

Sumber: MajelisRasulullah.org

Di Balik Konflik Sunni-Syiah di Jawa Timur





Di Balik Konflik Sunni-Syiah di Jawa Timur

Written by: Admin SM on 14 September 2013 | 13:35




SUARA-MUSLIM.COM, ~ Saat ini publik Jawa Timur (Jatim) kembali dicengangkan oleh sebuah peristiswa kekerasan yang berbalut agama. Peristiswa berdarah yang terjadi di Puger ini sungguh sangat mengejutkan, memprihatinkan sekaligus mengkhawatirkan banyak pihak. 


Belum lama dari meletusnya peristiwa puger ini, masih segar dalam ingatan publik akan kasus konflik dan isu serupa yang terjadi di desa Karanggayam dan desa Bluuran kabupaten Sampang. Konflik yang berujung pada aksi kekerasan massa ini telah menyebabkan diungsikannya ratusan warga yang diduga pengikut aliran syiah ke Sidoarjo dengan alasan untuk menjaga stabilitas dan kondusifitas masyarakat. 



Keterkejutan dan kekhwatiran publik ini sangatlah beralasan, peristiwa Puger ini meledak di saat proses rekonsiliasi konflik Sampang masih dalam tahap pematangan. Walaupun sebenarnya penyelesaian konflik di Puger sudah dilakukan di awal tahun 2012 dengan ditandatanagninya perundingan damai antar kedua belah pihak. Namun nyatanya diluar dugaan semua pihak, eskalasi konflik yang melibatkan kelomok sunni dan kelompok syiah ini meninggi dan terjadilah peristiwa karnaval berdarah.



Di Jawa Timur, peristiwa konflik bertema sunni-syiah baik yang terjadi di Jember maupun Sampang ini sepertinya sebuah kelanjutan mata rantai dari peristiwa serupa yang terjadi di berbagai daerah di tahun-tahun sebelumnya. Sebut saja, mulai dari penyerangan sekelompok massa terhadap para pengikut IJABI yang terjadi di Desa Jambesari Kecamatan Jambesari Darussolah Kabupaten Bondowoso, pada tanggal 23 Desember2006, insiden penyerangan pesantren YAPI yang berpaham syiah oleh sekelompok orang yang mengatasnamakan laskar Aswaja ada tahun 2010-211 di Bangil Pasuruan dan ketegangan-ketengan berskala kecil yang terjadi Malang. 



Fenomena ini sungguh sangat menarik, dalam artian meskipun ajaran Syiah ini banyak tersebar di Indonesia dan juga pernah mengalam resistensi di daerah lain seperti di Pandeglang Provinsi Jawa Barat (6/2/2011) dan Temanggung Provinsi Jawa Tengah (8/2/2011) namun tidak separah dan sebesar di Jawa Timur. Di Provinsi ini, eskalasi konflik dengan isu Sunni-Syiah semakin tahun mengalami peningkatan dan resistensi tehadap ajaran syiah semakin menguat dan meluas di tengah masyarakat.



Dengan demikian, maka sangatlah wajar bila kemudian muncul asumsi-asumsi konspiratif yang mengitari rentetan letusan konflik bertema Sunni-Syiah di Jawa Timur. Bahwa ada unsur kesengejaan untuk menciptakan dan memelihara konflik Sunni-Syiah yang melibatkan kekuatan transnasional. Pertanyaannya kemudian “ Benarkah ada keterlibatan kekuatan transnasional di balik konflik bertema Sunni-Syiah ini serta Mengapa percepatan dan penguatan konflik berada di Jawa Timur?”



Adalah Dr. Michael Brant, salah seorang mantan tangan kanan direktur CIA,
 Bob Woodwards yang mengawali adanya kepentingan Transnasional dalam menciptakan konflik Sunni-Syiah. Dalam sebuah buku berjudul “A Plan to Devide and Destroy the Theology”, Michael mengungkapkan bahwa CIA telah mengalokasikan dana sebesar 900 juta USD untuk melancarkan berbagai aktivitas anti-Syiah.

 Hal ini kemudian diperkuat oleh publikasi laporan RAND Corporation di tahun 2004, dengan judul “US Strategy in The Muslim World After 9/11". Laporan ini dengan jelas dan eksplisit menganjurkan untuk terus mengekploitasi perbedaan antara Ahlu Sunnah dan Syiah demi kepentingan AS di Timur Tengah. 



Kemenangan Revolusi Iran tahun 1979 telah menggagalkan politik-politik Barat yang sebelumnya menguasai kawasan negara Islam. Iran yang sebelumnya tunduk dan patuh terhadap AS, pasca revolusi, justru lebih banyak menampilkan sikap yang berseberangan dengan negeri “Paman Sam” itu. Karenanya, AS merasa berkepentingan untuk menjaga agar konflik Sunni-Syiah itu tetap ada di wilayah Timteng demi melanjutkan hegemoninya di kawasan tersebut.



Fakta di lapangan menunjukkan bahwa apa yang dinyatakan oleh Michael Brant bukanlah sebagai sebuah halusinasi. Jauh sebelum revolusi Iran tahun 1979, sangat jarang ditemukan konflik terbuka antara Syiah dan Ahlus Sunnah, kecuali konflik yang bersifat sporadis di antara kelompok-kelompok kecil dari kedua kalangan di Irak, Libanon dan Suriah.



Sementara itu, khusus di Indonesia, keberadaan kaum Syiah bukan barang baru. Syiah telah ada sejak dahulu kala. Namun, seperti layaknya secara umum, di Indonesia hampir tak pernah ditemui konflik sektarian yang melibatkan antara Sunni-Syiah. Karenanya bagi sebagian pengamat, sangatlah mengherankan jika tiba-tiba Sunni-Syiah turut mewarnai konflik bernuansa SARA di Indonesia. Bila kita tarik apa yang dinyatakan oleh Michael Brant tersebut ke ranah domestik, maka jelas ada kepentingan di luar SARA yang turut berperan -bahkan mengambil porsi lebih besar- dalam konflik Sunni-Syiah di Indonesia.



Selanjutnya, di Indonesia kepentingan tranasional Barat ini bersimbiosis dengan kekuatan kelompok Islam transnasional yang kemudian banyak diidentikan dengan gerakan Wahabisasi Global. Tujuan utama kelompok ini adalah dengan membuat dan medukung kelompok-kelompok lokal untuk membuat wajah Islam lebih keras dan radikal serta berusaha memusnahkan pengamalan-pengamalan Islam yang lebih toleran yang lebih lama ada dan dominan di Indonesia. Kelompok ini berusaha keras untuk menginfiltrasi berbagai sendi kehidupan umat Islam Indonesia dalam beragam cara baik secara halus mapun kasar.



Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh K.H. Abdurrahman Wahid :
dalam pengantar buku Ilusi Negara Islam bahwa Gerakan asing Wahabi/Ikhwanul Muslimin dan kaki tangannya di Indonesia menggunakan petrodollar dalam jumlah yang fantastis untuk melakukan Wahabisasi, merusak Islam Indonesia yang spiritual, toleran, dan santun, dan mengubah Indonesia sesuai dengan ilusi mereka tentang negara Islam yang di Timur Tengah pun tidak ada. Mereka akan mudah menuduh kelompok Islam lain yang tidak sepaham dengan ajaran wahabi sebagai kafir, sesat dan murtad.



Analisis ini juga dikuatkan oleh sebuah realitas pergerakan politik di Timur Tengah, dikonflik Internasional kita lihat perang Saudara di Irak, Suriah, Pakistan dan Afgahnaistan semuanya ditarik pada perang antara Sunni dan Syiah, belum lagi ancaman serangan ke Iran yg notebene adalah pusat Syiah. Arab Saudi sebagai Poros Wahabi dunia ini sangat ingin punya pengaruh d Timur Tengah, namun kalah pamor dengan Iran yang lebih mempunyai Sumber Daya Alam maupun sumber daya manusia yang pintar-pintar, sejak jaman persia dahulu kala. Sedangkan di Indonesia sendiri, konflik Sunni-Syiah tidak mempunyai akar sejarah politik.



Rupanya kelompok Wahabisasi global ini pun memahami bahwa NU merupakan penghalang utama pencapaian target idiologis dan politik mereka. Sebagai organisasi Sunni terbesar di Indonesia selama ini NU begitu gencar dalam memperjuangkan nilai-nilai Islam yang moderat, humanis dan toleran. Bahkan dalam pergaulan internasional di bidang keagamaan pemikiran-pemikiran NU berikut tokoh-tokohnya menjadi refrensi umat Islam dunia. Citra sebagai gerakan Islam moderat, diakui atau tidak, adalah milik NU. Praksis, upaya-upaya untuk mendiskreditkan, merusak citra NU sebagai organisasi kaum sunni dengan ajaran Islam yang lembut dan toleran kerap dilakukan salah satunya dengan membenturkan kaum Nahdliyin dengan kaum syii di Indonesia.



Untuk melakukannya lalu dipilihlah Jawa Timur sebagai lokasi pabrik yang memproduksi konflik-konflik bertema Sunni-Syiah. Pilihan ini sangatlah strategis, publik tahu bahwa Jawa Timur merupakan basis utama para penganut paham ajaran Islam Ahlussunnah Wal Jama’ah .

 Di Jawa Timur lah, NU sebagai organisasi masyarakat terbesar di Indonesia yang berpahamkan Islam Ahlussunnah Wal Jama’ah dideklarasikan dan didirikan yang kemudian berkembang pesat dan cepat ke seluruh penjuru nusantara. Di Jawa Timur pulalah, dinamika pergerakan NU menjadi barometer politik nasional.



Di samping itu, pilihan lokasi konflik seperti Jember, Pasuruan, Malang dan Sampang juga bukan tanpa kalkulasi yang strategis.
 Publik pun tahu, bahwa di daerah-daerah tersebut karakter masyarakatnya sangat lekat dengan kultur Madura
. Selain dikenal sebagai pengikut NU yang fanatik, masyarakat dengan kultur madura ini telah menjadikan Islam sebagai salah satu unsur penanda identitas etnik Madura. Sebagai unsur identitas etnik, agama merupakan bagian integral dari harga diri orang Madura. 



Oleh karena itu, pelecehan terhadap ajaran agama atau perilaku yang tidak sesuai dengan agama, mengkritik kiai serta mengkritik perilaku keagamaan orang Madura, merupakan pelecehan terhadap harga diri orang Madura. Maka janganlah heran jika, warga Nahdliyin Madura dimanfaatkan dan mudah disulut sebagai pengobar api kerusuhan dengan isu sentimen beda aliran agama. Walhasil, eskalasi percepatan isu dan penguatan konflik terbesar berada di wilayah Madura dan Tapal Kuda dan jarang sekali berada di zona lainnya seperti pantura maupun zona matraman. Wallahu alam bis showab





* Penulis adalah Ketua Lakpesdam NU Sampang

Wednesday, September 11, 2013

SULTAN HAMID.II,KORBAN “MINORITY REPORT”


Sul;tan Hamid.II, ketika memasuki Ruang Sidang Mahkamah Agung,



SULTAN HAMID.II,KORBAN “MINORITY REPORT”

Baru baru ini, ditanah kelahirannya, Pontianak, Kalimantan Barat, telah di launching sebuah buku tentang beliau ini. Sultan Hamid.II, Sang perancang lambang Negara, Elang Rajawali, Garuda Pancasila, judulnya.  Ditulis oleh :  Ansyari Dimyati, Dkk. Kita  sebut saja mereka ini sebagai “ Tiga serangkai,Pencari  Keadilan,”

Terlepas dari diakui atau tidaknyanya peran dan jasa beliau, saya teringat pernah menonton sebuah film produksi Holywood,judulnya “Minority Report” dengan bintang utama : Tom Cruise, salah satu actor handal di negeri Paman Sam itu.

Dalam film itu diceritakan, America masa depan,pada tahun : 2025, kalau saya tidak salah. Syahdan pada masa itu, diberlakukan hukum, bahwa seseorang dapat dihukum karena niatnya yang belum atau baru akan terjadi belakangan. ia dapat ditangkap dan diadili karena niatnya itu. alkisah sang penegak hukum tersebut di komandani oleh Tom Cruise, memiliki satu unit perangkat penegak hukum dengan peralatan serba canggih dan modern, futuristic, termasuk pesawat mini yang bisa take off dan landing vertical, sehingga bisa bergerak cepat dalam hitungan menit, meluncur ke lokasi kejahatan yang akan terjadi tersebut.

pertanyaanya , darimana mereka dapat informasi kejahatan itu akan terjadi?

Ternyata mereka menggunakan dua manusia kembar, cenayang,yang mereka paksa memberikan gambaran kejadian berdasarkan kilatan penglihatan mereka berdua itu. Kedua manusia yang memiliki kemampuan melihat masa depan ini, mereka tempatkan dalam satu wadah semacam kolam renang mini, dimana mereka berdua mengapung diatasnya. Kilatan fikiran mereka diterjemahkan oleh alat yang dipasang di kepala mereka, (mirip headset  untuk mendengarkan music.) Kilatan penglihatan mereka dibaca dan diterjemahkan oleh komputer dalam bentuk keluarnya bola kayu, berwarna merah.
Dari visualisasi gambar yang mereka rangkai dari potongan – potongan kilatan penglihatan itu, kemudian di simpulkan nama, tempat,tanggal dan waktu kejadian itu akan terjadi.

Gambar itu kemudian di tranmisikan secara online kepada jaksa dan kepada hakim, yang kemudian  menjatuhkan vonis, dan memerintahkan dilakukanya penangkapan atas tersangka yang diduga akan dilakukanya nanti.

Dengan demikian kejahatan dapat dicegah, dan si calon pelaku kejahatan tersebut dapat ditangkap dan langsung di tahan dengan cara dibekukan, dimasukkan dalam wadah berbentuk tabung, dibuat seperti dalam keadaan tertidur, mirip film “Demolition Man,” yang dibintangi, Silvester Stallone, si Rambo, Pahlawan Vietnam itu,-  denyut nadi dan detak jantung tetap di pantau, dan akan disadarkan kembali nanti, ketika vonis hukumanya telah berakhir, dan ia telah menjalani hukuman berupa”Dibekukan” selama rentang waktu masa hukumanya.

Cerita ini menjadi menarik, karena tanpa diduga, si cenayang memvisualisasikan si komandan (Tom Cruise) yang akan melakukan kejahatan berupa penembakan seseorang,  pada masa depan.

Bagaimana bisa?  Sedangkan dia adalah kepala team unit anti kejahatan tersebut?

Alhasil cerita menjadi seru, bagaimana si komandan berupaya menyelidiki kasus yang akan menyebabkan dirinya sendiri melakukan kejahatan. Ternyata, pada masa depan, si komandan akan mengalami kejadian berupa kehilangan anak tunggalnya, ditengah keramaian kolam renang umum. Putranya itu diculik dan tidak diketahui nasibnya. hal inilah yang membuat si komandan gelap mata. Dari penyelidikannya itu, dia  menemukan  si pelaku dengan bukti gambar korbanya di sebuah kamar hotel, yang berserakan diatas kasur, termasuk foto anaknya yang hilang.

Yang lebih menarik, inti ceritanya, ternyata bukan itu? Lalu gimana?

Ternyata,gambar visual yang dimunculkan si cenayang adalah hasil rekayasa untuk menutupi kasus sebenarnya yang sudah terjadi, berupa pembunuhan yang telah dilakukan oleh atasanya,  terhadap ibu kandung dari kedua cenayang yang mereka gunakan itu. 

Si Komandan, (Tom Cruise), melalui koleganya nekad melakukan perbuatan menculik si cenayang dan mengeluarkannya dari kolam tempat dimana mereka di tempatkan selama ini. tentu saja perbuatan ini menyebabkan si komandan, menjadi buronan yang paling dicari di negeri itu.

kisah bagaimana si komandan bersembunyi dan upaya mengungkap kejahatan sebenarnya yang sudah terjadi, dan melintas dalam kilatan penglihatan si cenayang ber ulang-ulang, itulah yang menjadi inti dari film ini. 

Mampukah si Komandan membuktikan bahwa ia tidak bersalah, bahwa sebetulnya visualisasi itu hanya rekayasa, bahwa ia, pada bagian akhir film, tidak jadi menembak si tersangka yang telah menculik anaknya itu?

Kalau mau lebih jelas, silahkan cari DVD nya, saya yakin banyak  dijual di pasaran.

Dalam kasus Sultan Hamid.II, kebetulan saya baca pledoinya,yang saya dapat dari transkrip tulisan di blog lentera timur, beliau juga di vonis bersalah dengan tuduhan yang sangat serius pada zaman itu, tahun 1953,  berupa tuduhan makar terhadap Negara, karena merencanakan penembakan tiga orang pejabat tinggi Negara, menteri Negara .

 Beliau, Sultan Hamid.II, di vonis sepuluh tahun penjara, dipotong masa tahanan tiga tahun  sebelum peradilan, dengan tuntutan delapan  belas tahun penjara oleh jaksa penuntutnya, atas kejahatan yang belum dilakukanya, atau batal dilakukanya. Tidak cukup sampai disitu, setelah bebas, beliau kemudian ditangkap lagi, dengan tuduhan merencanakan gerakan merongrong Negara, bersama  coleganya, yang dikenal dengan istilah “Bali Conection”

Ironis memang, seorang anak bangsa yang ikut aktif memperjuangkan kemerdekaan bangsanya, dan menyumbangkan jasa besar dengan merancang lambang Negara berupa : Elang rajawali – Garuda Pancasila, yang kita gunakan hingga hari ini,- hidupnya terpuruk dari tahanan ke tahanan dari sel ke sel.

Sebelumnya, pada masa pendudukan jepang di Indonesia, Sultan Hamid.II,juga ditahan oleh jepang sebagai tawanan perang, setelah  pertempuran dengan jepang di Balikpapan, dalam kondisi terluka, diungsikan ke Surabaya, kemudian Ke Malang, sebelum ditangkap Jepang, dan ditahan di Batavia, Jakarta sekarang. Beliau memang perwira Belanda, lulusan akademi militer Belanda, di Breda.

Persoalanya adalah, Bisakah seseorang dihukum hanya karena niatnya?

Dalam kasus Sultan Hamid.II, banyak kemiripan yang terjadi dengan film “Minority Report “ yang saya ceritakan diatas tadi.  Meskipun Mahkamah Agung tidak sanggup membuktikan keterlibatan beliau secara langsung, sebab sampai akhir sidang, pelaku yang dikaitkan dengan keterlibatan  beliau, bekas anak buah beliau di KNIL, tentara belanda, yang melakukan gerakan perlawanan di Pasundan, sekarang Provinsi Jawa barat, yaitu Mr. Raymond Westerling,  tidak hadir sebagai saksi?

Sultan Hamid.II, adalah korban minority Report,

Jauh sebelum holywood membuat film itu, ternyata, kita sudah membuat film yang jauh lebih bagus, dengan pembusukan seorang anak bangsa yang memiliki intelektualitas, ide, pemikiran, dan pendidikan akademik serta kemampuan diplomasi setara dengan “Founding Father”  Bapak – bapak bangsa pendiri negeri ini.

Sultan Hamid.II, adalah Kolega dekat Almarhum President Sukarno, Mohammad Hatta, Mr.Muhammad yamin, Sri Sultan  Hamengku Buwono , ( adalah temannya sejak kecil ),  Ide Anak Agung Gde Agung, Mohammad Roem, dan nama besar lainya, sebagaimana tertulis dalam buku sejarah Indonesia,  dan dibaca oleh anak sekolah dasar hingga perguruan tinggi hari ini, tentu saja,  minus nama Sultan Hamid.II

Sepanjang hidupnya, hingga akhir hayatnya,Sultan Hamid.II, di cap dengan stigma negatife, tidak sampai disitu, bahkan hasil karya intelektualnya, berupa perancang lambang Negara  : Elang Rajawali – Garuda Pancasila “ pun tidak diakui hingga hari ini. 

Seperti Wr. Supratman sang Pencipta Lagu Indonesia Raya, dan Ibu Fatmawati, istri  President Sukarno, sang penjahit Bendera Pusaka, Sang saka, Merah Putih, maka Sudah selayaknya, Sultan Hamid.II, disandingkan namanya dengan mereka, sebagai perancang lambang Negara,: Elang Rajawali – Garuda Pancasila, agar bangsa ini menjadi sempurna dan lengkap.

Bangsa yang besar adalah Bangsa yang menghargai Pahlawanya,


 Jas Merah,: jangan lupakan sejarah, itulah pesan Bung Karno, Proklamator Negara ini. Bapak Bangsa yang sangat kita hormati.

 Sudah waktunya kita menuliskan sejarah apa adanya, tanpa tendensi, tanpa menghakimi, tanpa aliansi, tanpa prasangka, tanpa stigma.

Sudah saatnya kita jujur, setelah 68 tahun kemerdekaan ini kita nikmati, mereka yang telah mengorbankan waktu, tenaga, fikiran, diasingkan, dibuang, dihina, dicaci maki, dulunya, pada masa perjuangan, pada masa transisi, selayaknya didudukkan pada tempatnya, pada porsinya sekarang ini.

Kita bukanlah Belanda, Jepang atau Inggris, mereka yang dulunya adalah penjajah bangsa kita. Mereka melihat pejuang kita, pahlawan kita, syuhada kita,sebagai pembelot, pemberontak, pelaku makar,  menurut hukum mereka,yang mereka buat guna kelanggengan kepentingan pendudukan mereka, sebagai Penjajah.

Sedikit banyak, Sultan Hamid.II, juga merupakan korban masa transisi Negara kita, dimana Undang-Undang yang digunakan menjerat beliau,  adalah undang –undang buatan Belanda, yang ditulis dalam bahasa Belanda, kemudian disadur menjadi KUHP, Kitab Undang-undang Hukum  Pidana,  dan digunakan oleh Bangsa kita, untuk mengadili “Bangsa Kita Sendiri”. Tentu saja sudut pandang hukum yang tertuang tidak sepenuhnya dapat dipakai dan diterapkan untuk bangsa ini.

 Dimana Negara kita bukanlah Negara Belanda,-yang membuat undang –undang itu,-demi kepentingan fasisnya, demi kepentingan kelanggengan penjajahanya, demi kepentingan legitimasi perampokan hasil bumi, alam, terutama rempah-rempah yang menjadi  komoditi utama  VOC, dibumi pertiwi ini. Kita semua membenci penjajahan, Pembukaan Undang-Undang Dasar kita dengan tegas menyebutkan, - Dan oleh sebab itu, maka penjajahan harus dihapuskan dari muka bumi, karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan,- tapi ironisnya, kita menggunakan aturan hukum mereka, untuk mengadili bangsa sendiri. Anak bangsa sendiri. putra pertiwi,yang mencintai negeri tanah tumpah darahnya ini, dengan segenap jiwa raga dan kesadaranya.

Kesultanan Kadriah sudah ada dan eksis, jauh sebelum Negara Republik ini hadir.

Ketika Peluru meriam pertama kali ditembakkan, pada: 23 Oktober 1771, sebagai tanda dibukanya hutan rimba Kalimantan Barat, oleh nenek moyang Sultan Hamid.II,- yaitu : Sultan Abdurrahman ibni Almarhum Habib Husein Alqadrie,- pembuka hutan yang kemudian berkembang menjadi kota Pontianak sekarang ini,-

Kesultanan Kadriah telah menjalin hubungan baik dengan semua pihak, di pulau Jawa, Sumatra, Kalimantan, kecuali dengan VOC, pada masa awal berdirinya kesultanan ini. Dimata VOC, Abdurrahman adalah Perompak, bajak sungai, yang banyak menenggelamkan kapal-kapal mereka dimalam hari, ketika melakukan pelayaran diseputar perairan Kalimantan umumnya, dan sungai Kapuas khususnya. Jika ada anak bangsa yang melihat Sultan Abdurrahman dengan cara ini, maka bisa dipastikan, sudut pandang yang digunakan terbalik.

Sudut pandang kita adalah, apa yang dilakukan oleh Sultan Abdurrahman,dkk, pada masa itu adalah tindakan heroic, bagaimana anak bangsa yang mencoba melawan hegemony bangsa penjajah, yang mengeruk kekayaan alam negerinya.

Sebagaimana Si Pitung di tanah Betawi,  Pangeran Diponegoro di Pulau Jawa,  Sultan Hasanuddin di sulawesi,  Cut Nyak dien,  tengku Umar , Cut Meu tia, di Aceh, Patimura di Ambon, dll, itulah yang dilakukan oleh Sultan Abdurrahman. Melawan penjajahan dengan cara menenggelamkan kapal –kapal dagang VOC, yang sarat berisi muatan rempah rempah, berupa: lada, kopi, dan hasil bumi lainya.

Sultan Syarif Abdurrahman adalah menantu dari Raja Mempawah, Opu Daeng Manambon, yang menikahi putri Utin Candramidi, istri pertamanya.  Ayahnya adalah Mufti Kerajaan Mempawah sampai akhir hayatnya, beliau yang bergelar Habib Husein tuan Besar Mempawah, Makamnya sekitar 68 Km sebelah utara kota Pontianak,  sekarang ini.

Kesultanan Kadriah adalah kerajaan yang bermartabat,

terhormat,dan disegani oleh kerajaan lain pada zamannya,- ,jika saja sultan Hamid.II, mau menerima tawaran Bergabung dengan kerajaan Brunei, atau jika saja beliau menerima tawaran Kerajaan Sarawak, ( Kuching, Malaysia timur, sekarang) yang nota bene memang satu tanah , satu daratan, satu rumpun , satu budaya,  dan banyak sekali ditemukan diantara mereka masih merupakan kerabat dekat, dari satu nenek moyang yang sama, satu garis keturunan, -mungkin sejarah bangsa kita akan ditulis dengan warna berbeda.  Provinsi Kalimantan Barat tidak akan masuk peta wilayah Negara kita, tapi masuk peta wilayah Kerajaan Brunei Darussalam, atau masuk peta wilayah Persekutuan Negara Malaysia. Sebagaimana Sarawak sekarang ini, yang menjadi Negara  bagian Malaysia timur.,

Sultan hamid.II, atas nama nasionalismenya

atas nama kecintaanya kepada bangsa  ini, menolak tawaran tersebut. Dan beliau memilih ikut memperjuangkan kemerdekaan bagi negri ini, dengan aktif berdiplomasi kedalam dan keluar negeri, hingga tercapainya kesepakatan Meja Bundar, di Denhaag, negeri Belanda, yang secara tegas, mengakui kemerdekaan Indonesia, meskipun masih dalam bentuk Negara Federasi, bukan Negara kesatuan seperti yang kita nikmati sekarang ini.

Itulah kisah hidup, itulah sejarah seorang anak bangsa, Sultan Hamid.II, namanya.

Kita adalah bangsa Indonesia, bangsa yang  besar, bangsa yang dihormati oleh dunia. Kita adalah bangsa yang mayoritas memeluk agama islam, dan agama kita mengajarkan untuk memaafkan kesalahan orang lain, Mengampuni dan sikap welas asih adalah nafas agama kita. Kita adalah ummat Muhammad, Rasul terakhir, yang “Rahmatan lil alamiiin”

Kita  tidak mungkin memutar balik sejarah yang sudah terjadi, tapi kita jangan sampai memutar balik, mengkaburkan, fakta sejarah yang ditulis dengan keringat dan darah para pahlawan kita. Dan satu hal lagi, jangan sampai kita berlaku dzalim, dengan mengakui apa yang bukan menjadi hak kita, dan sebaliknya,tidak mengakui, apa yang menjadi hak orang lain.

 Dalam kasus Sultan Hamid.II, adalah hak anak cucunya, hak  kerabatnya, hak ahli warisnya, dan hak kesultanannya, serta hak rakyatnya,  untuk mendapatkan Pemulihan nama baik rajanya, sultannya, pemimpin mereka yang sangat mereka cintai dan hormati, adalah hak mereka untuk mendapatkan pengakuan yang layak,  mendapatkan penghargaan atas jasa-jasanya kepada Negara, dan sumbangsihnya yang tak ternilai dengan merancang lambang Negara : Garuda pancasila, -,yang dimenangkan nya secara legal dalam suatu sanyembara nasional yang dilaksanakan oleh Negara pada waktu itu,- yang kita pajang dan kita tatap dengan bangga hari ini.

Jangan sampai kita mewariskan sejarah yang bengkok,

kepada generasi muda, anak-anak kita, cucu-cucu kita, yang pada giliranya nanti, merekalah yang akan menjadi pemimpin-pemimpin di negeri ini.

Kita tidak mau, mereka nantinya kecewa, bahwa kita, generasi yang ada sekarang ini, yang mengajarkan kejujuran , mengajarkan kelurusan, mengajarkan anti Korupsi, anti penindasan, anti kezaliman, ternyata, dikemudian hari, kita termasuk yang tidak jujur dalam perlakuan kita, terhadap sosok anak bangsa, yang hingga hari ini, masih terkubur dalam lembaran hitam sejarah bangsanya.

Padahal, masa revolusi  sudah lewat, jaman orde lama sudah tumbang, orde  baru sudah runtuh, Reformasi  sudah lima belas tahun umurnya, dan Undang- Undang Dasar kita sudah di amandemen dua kali, Indonesia sudah merdeka, 68 tahun lamanya. Masihkah kita sebagai bangsa,:
” tak mampu meluruskan sejarah, dan memandang sesuatu secara obyektif?”

Mereka semua adalah manusia, bukan malaikat. Kesalahan yang mereka perbuat adalah bagian dari proses bangsa ini mencapai tujuannya,- Masyarakat yang adil dalam kemakmuran, dan Makmur dalam keadilan,- itulah cita cita pendiri bangsa kita. Itulah juga cita cita Sultan Hamid.II, Cuma mungkin cara bernegaranya,yang agak sedikit berbeda, Beliau memang tokoh Federalis sejati, yang mengusung faham berbeda dengan sebagian tokoh pendiri bangsa ini, akan tetapi, Seperti Pemimpin Besar lainya, sudah selayaknya kita memperlakukan pahlawan kita, dengan cara yang arif, santun, bijak, hormat, dan rasa terima kasih, yang sesuai porsinya, atas  peran mereka. 

 Mereka adalah orang tua kita, tanpa mereka, perjuangan mereka, mungkin kita sampai hari ini belum menikmati rasanya “ Hidup sebagai manusia merdeka,”

Mungkin sebagian dari kita, atau kerabat kita, saat ini, masih berada ditengah hutan di Burma, sebagai Romusha, pekerja paksa, yang gajinya adalah cemeti, dan pensiunnya adalah “mati”

Sebagai orang tua kita, mungkin mereka pernah berbuat salah, adalah kewajiban kita untuk memaafkan mereka, karna kita adalah anak – anak bangsa, anak-anak negeri, adalah kewajiban kita berbakti kepada orang tua,

 Sebagaimana kita memaafkan kesalahan bapak – bapak bangsa kita yang lain, tak layakkah kita juga membuka pintu maaf bagi seorang Sultan Hamid.II,?

“Allahhummagfirli dzunubi, wali walidayya, warhamhumma , kama rabbayana shaghira,” (Ya allah, ampunilah dosa-dosa orang tua kami, kasihilah mereka, sayangilah mereka, sebagaimana mereka mengasihi dan  menyayangi  kami pada waktu kecil)

Mungkin sebagai generasi yang hidup saat ini,  selayaknya kita semua meneriakkan satu kata yang sama, bagi salah seorang anak bangsa, yang mengalami malapetaka, diusianya yang masih sangat muda, 36 tahun, yang menghadapi trauma psikologis luar biasa, dimana Ayahnya, Ibunya, saudaranya, dan kerabatnya berjumlah tidak kurang dari 36 jiwa,  baru saja habis dibantai secara biadab oleh kekejaman fasis Jepang, dan jika sekiranya pada saat kejadian itu, ia ada di istananya, mungkin ia pun akan tinggal nama.

Hanya mujizat Allah yang menyelamatkanya, tentara jepang mungkin tidak mengetahui, bahwa perwira Belanda yang ditahannya di Batavia itu, adalah Putra dari : Sultan Syarif Muhammad Alqadrie,  Raja Kesultanan  Kadriah  Pontianak yang menjadi target penangkapan dan pembunuhan massal,: 21,000,- jiwa yang dikenal  dengan “Peristiwa Mandor Berdarah” di Kalimantan Barat .

Sultan Hamid.II, adalah korban” Minority Report,” 

atas  kesalahan niatnya, yang diakuinya secara jujur dan terbuka, didepan sidang Mahkamah Agung yang mengadilinya, dan kesalahan niatnya itu sudah ditebusnya, dengan menjalani hukuman kurungan selama,”sepuluh tahun penjara”sesuai vonis Mahkamah Agung, yang diterimanya dengan lapang dada.

Sekarang beliau sudah tiada. Beliau sudah pulang menghadap penciptanya. menemui orang tua dan kerabatnya yang telah lebih dulu menjadi korban “Kekejaman Manusia atas manusia”

Hal yang memang di prediksi ketika manusia pertama  diciptakan sebagaimana tercermin dari dialogh antara Allah sebagai sang pencipta, dengan para malaikatnya, di surga, ketika Adam pertama kali di perkenalkan.

Manusia memang mahluk ajaib, : “Ia mampu membumbung tinggi melebihi derajat para malaikat, dan ia juga sanggup merosot tajam, sampai lebih  hina dari binatang melata,”tentu saja pandangan ini dari sisi rohani,dan dengan penglihatan Allah atas diri kita, sebagaimana tertulis dalam kitab Nya.

Mungkin sekarang sudah waktunya,: kita semua, yang masih memiliki nurani dan jiwa , melepaskan diri dari segala tendensi, dan kepentingan, lalu berteriak  dengan lantang :

“Pulihkan nama baik Sultan Hamid,II. Segera, Secepatnya,!!”

“Kami hanyalah tulang -tulang yang berserakan,

Tapi adalah kepunyaanmu,

Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan,

Ataukah jiwa kami melayang untuk kemerdekaan,

Kemenangan dan harapan,

Atau tidak untuk apa-apa,

Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata,

Kaulah sekarang yang berkata,

Kami bicara padamu dalam hening dimalam sepi,

Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak,

Kenang-kenanglah kami,


( Chairil Anwar )