Friday, October 19, 2012

Ulama Besar Sunni Berkenaan Mazhab Ja`fari(Syiah Imamiyah)



Masjid Hamza di Mesir

Fatwa-Fatwa Resmi Ulama Besar Sunni Berkenaan Mazhab Ja`fari(Syiah Imamiyah)

September 5, 2010
Sejak sekian lama Universiti Al-Azhar Asy-Syarif yang berada di kota Kairo-Mesir telah menjadi pusat dan kiblat pendidikan bagi masyarakat Ahlus Sunnah. Al-Azhar telah banyak mencetak para ulama dan tokoh Ahlus Sunnah yang kemudian tersebar di segala penjuru dunia, termasuk Malaysia & Indonesia. Para alumni al-Azhar dapat bersaing dengan alumni-alumni Timur Tengah  seperti Saudi Arabia, Sudan, Tunis, Moroko, Jordan, Qatar dan negara-negara lainnya. Inilah salah satu penyebab al-Azhar menjadi semakin berpengaruh di berbagai negara muslim dunia, sehingga seorang pemimpin al-Azhar menjadi rujukan dan panutan bagi pemimpin perguruan tingi lain di Timur Tengah.Di sini, saya akan menunjukkan beberapa fatwa dari para petinggi al-Azhar berkenaan kebebasan beramal dengan mazhab Ja`fari, atau yang lebih dikenal dengan sebutan Syiah Imamiah Itsna ‘Asyariyah. Kita akan mulai dengan fatwa dari guru besar yang memulai fatwa pembolehan tersebut.

Fatwa As Syeikh Al Azhar Mahmud Shaltut

Asy-Syeikh Al-Azhar Al-Marhum Syeikh Salim Busyra r.a

Asy-Syeikh Al-Azhar Muhammad Fahham

Asy-Syeikh Al-Azhar Abdul Halim Mahmud

Terjemahan Teks Fatwa Pertama

Berikut saya terjemahkan teks fatwa pertama sebagai bukti Syiah Imamiyah adalah sah sebagai mazhab Islam yang boleh diamalkan :
Fatwa Rektor Universitas Al-Azhar, Syaikh Al-Akbar Mahmud Syaltut
Pejabat Pusat Universiti al-Azhar
Dengan nama Allah Maha Pengasih Maha Penyayang
Teks Fatwa yang dikeluarkan Yang Mulia Syaikh Al-Akbar Mahmud Syaltut, Rektor Universitas Al-Azhar tentang Kebolehan Mengikuti Mazhab Syiah Imamiah
Soal: Yang Mulia, sebahagian orang percaya bahawa penting bagi seorang Muslim untuk mengikuti salah satu dari empat mazhab yang terkenal agar ibadah dan muamalahnya benar secara syar’i, sementara Syiah Imamiah bukan salah satu dari empat mazhab tersebut, begitu juga Syiah Zaidiah. Apakah Yang Mulia setuju dengan pendapat ini dan melarang mengikuti mazhab Syiah Imamiyah Itsna ’Asyariyah misalnya?
Jawab:
1. Islam tidak menuntut seorang Muslim untuk mengikuti salah satu mazhab tertentu. Sebaliknya, kami katakan: setiap Muslim punya hak mengikuti salah satu mazhab yang telah diriwayatkan secara sahih dan fatwa-fatwanya telah dibukukan. Setiap orang yang mengikuti mazhab-mazhab tersebut boleh berpindah ke mazhab lain, dan bukan sebuah tindakan kriminal baginya untuk melakukan demikian.
2. Mazhab Ja’fari, yang juga dikenal sebagai Syiah Imamiyah Itsna ‘Asyariyyah (Syiah Dua Belas Imam) adalah mazhab yang secara agama benar untuk diikuti dalam ibadah sebagaimana mazhab Sunni lainnya.
Kaum Muslim wajib mengetahui hal ini, dan sebolehnya menghindarkan diri dari prasangka buruk terhadap mazhab tertentu mana pun, kerana agama Allah dan Syari’atnya tidak pernah dibatasi pada mazhab tertentu. Para mujtahid mereka diterima oleh Allah Yang Mahakuasa, dan dibolehkan bagi yang bukan-mujtahid untuk mengikuti mereka dan menyepakati ajaran mereka baik dalam hal ibadah maupun transaksi (muamalah).
Tertanda,
Mahmud Syaltut
Fatwa di atas dikeluarkan pada 6 Juli 1959 dari Rektor Universitas al-Azhar dan selanjutnya dipublikasikan di berbagai penerbitan di Timur Tengah yang mencakup, tetapi tidak terbatas hanya pada:
1. Surat kabar Ash-Sha’ab (Mesir), terbitan 7 Juli 1959.
2. Surat kabar Al-Kifah (Lebanon), terbitan 8 Juli 1959.
Bagian di atas juga dapat ditemui dalam buku Inquiries About Islam oleh Muhammad Jawad Chirri, Direktur Pusat Islam Amerika (Islamic Center of America), 1986, Detroit, Michigan.

Saturday, October 6, 2012

Sepintas Tragedi Karbala,




(Ilustrasi ; Ketika Imam Husein Memeluk putranya yang syahid,Ali Al Akbar)




Perjalanan sejarah telah dipenuhi oleh figur-figur teladan dan tokoh-tokoh besar yang namanya abadi dan tindak-tanduknya layak diteladani. Lembaran hidup mereka mementaskan kepahlawanan, kedermawanan, keramahan, dan kebesaran.

 Di saat-saat genting sekalipun, kebesaran jiwa mereka tetap menjadi panutan. Kisah tragedi pembantaian keluarga Nabi di Karbala meski menjadi luka yang dalam bagi umat Islam sepanjang sejarah, namun penuh dengan hikmah. 


Tragedi Karbala adalah pertarungan antara kebenaran dan kebatilan, antara kemanusiaan dan kebinatangan, antara kemuliaan dan kehinaan, antara kebebasan dan keterbelengguan.
*  *   *


Ilustrasi:Ketika Imam Husein menggendong bayinya yang masih menyusu,membawanya kehadapan musuhnya,guna menyadarkan mereka,dan mengetuk nurani mereka,dengan mengatakan ;"Kalian berperang denganku,bukan dengan anak ini,maka berikanlah ia sedikit air,agar mengobati dahaga yang mencekik lehernya,!"
Tapi anak panah bermata tiga,yang ditembakan Harmalah bin Gahil al asdy,menjadi jawaban dahaga yang merobek tepat di lehernya.




Hurr bin Yazid Al-Riyahi
Di padang tandus Nainawa, figur-figur besar semisal Hurr bin Yazid Al-Riyahi, Habib bin Madhahir, Ali bin Al-Husein, Wahb bin Abdullah dan lainnya mengajarkan kepada umat manusia di sepanjang zaman tentang makna sejati dari kebesaran, keberanian, kepahlawanan, kehormatan, dan kesetiaan. Pada kesempatan kali ini, kami akan membawa Anda ke masa itu, saat lakon-lakon Karbala mementaskan drama kesucian. Kami akan mengajak Anda untuk mencermati fragmen-fragmen yang mereka mainkan.

Hurr bin Yazid Al-Riyahi, komandan pasukan Ubaidillah bin Ziyad. Dengan sekitar seribu orang yang dipimpinnya, Hurr mendapat perintah untuk menghadang gerak Imam Husein dan rombongannya yang sedang menuju Kufah dan menggiring mereka menghadap Ibnu Ziyad. Untuk beberapa hari pertama setelah pasukannya berhadapan dengan rombongan Imam Husein a.s, mungkin Hurr dipandang sebagai orang yang paling berdosa terhadap keluarga Nabi itu.

 Sebab dengan menjalankan perintah demi perintah yang diterimanya dari Ibnu Ziyah, Hurr telah membuat posisi Imam Husein dan keluarganya terjepit sampai mereka kehabisan air minum.


Namun sikap hormatnya kepada keluarga Rasul dan kebesaran jiwanya telah membuat dia terbangun dari tidur yang hampir membuatnya celaka. Hurr sadar bahwa dia berada di tengah pasukan yang berniat membantai Al-Husein dan keluarganya. Jika tetap bersama pasukan ini berarti dia akan mencatatkan namanya dalam daftar orang-orang terlaknat sepanjang masa. 

Hurr melihat dirinya berada di persimpangan jalan. Dia harus memilih, mati tercincang-cincang dengan imbalan surga atau selamat dan kembali ke keluarga dengan membawa cela dan janji akan siksa neraka. Hurr memilih surga meski harus melewati pembantaian sadis pasukan Ibnu Ziyad.


Dengan langkah mantap Hurr memacu kudanya ke arah perkemahan Imam Husein a.s. Semua mata memandang mungkinkah Hurr komandan yang pemberani itu akan menjadi orang pertama yang menyerang Imam Husein? Namun semua tercengang kala menyaksikan Hurr bersimbuh di hadapan putra Fatimah dan meminta maaf atas kesalahannya.

 Sebagai penebus kesalahannya, Hurr bangkit dan dengan gagah berani mencabik-cabik barisan musuh. Hurr gugur sebagai syahid dengan menghadiahkan darahnya untuk Islam. Imam Husein memuji kepahlawanan Hurr dan mengatakan, “Engkau benar-benar orang yang bebas, seperti nama yang diberikan ibumu kepadamu. Engkau bebas di dunia dan akhirat.”



Ilustrasi ; Ketika Imam Husein mengangkat bayi putranya,dengan anak panah yang menancap di lehernya


Muslim bin Ausajah
Muslim bin Ausajah termasuk kelompok orang-orang tua yang berada di dalam rombongan Imam Husein. Muslim adalah sahabat Nabi yang keberanian dan kepahlawanannya di berbagai medan perang dipuji banyak orang. Ketika Imam Husein mengumumkan rencananya untuk bangkit melawan pemerintahan Yazid, Muslim bin Ausajah mendapat tugas mengumpulkan dana, membeli senjata, dan mengambil baiat warga Kufah.

Di padang Karbala, ketuaan Muslim sama sekali tidak menghalangi kelincahan geraknya. Satu-persatu orang-orang yang berada di hadapannya terjungkal. Akhirnya pasukan Ibnu Ziyad mengambil insiatif untuk menghujaninya dengan batu. Muslim tersungkur bersimbah darah. Sebelum melepas nyawa, dia memandang sahabatnya, Habib bin Madhahir dan berpesan untuk tidak meninggalkan Imam Husein.

Habib bin Madhahir
Di Karbala, Habib bin Madhahir mungkin yang paling tua diantara para sahabat Imam Husein. Meski tua, Habib adalah pecinta sejati Ahlul Bait. Kehadirannya di tengah rombongan keluarga Nabi memberikan semangat tersendiri.

 Di malam tanggal sepuluh Muharram, atau malam pembantaian, wajah Habib terlihat berseri-seri. Tak jarang dia melempar senyum kepada anggota rombongan yang lain. Ada yang mempertanyakan mengapa dia tersenyum di malam yang mencekam ini? Habib menjawab, “Ini adalah saat yang paling indah dan menyenangkan. Sebab tak lama lagi, kita akan berjumpa dengan Tuhan.”


Di bawah terik mentari Karbala, Habib berlaga di tengah medan. Usia lanjut tidak menghalangi kelincahannya memainkan pedang. Habib sempat melantunkan bait-bait syair yang menunjukkan keberanian dan kesetiannya kepada Nabi dan kebenaran risalah Nabi. 

Jumlah pasukan dan kelengkapan militer yang ada di pihak musuh tidak membuatnya gentar. Sebab baginya, kemenangan bukan hanya kemenangan lahiriyah. Kematian di jalan Allah adalah kemenangan besar yang didambakan para pecinta seperti Habib. Ayunan pedang tepat mengenai kepala putra Madhahir dan membuatnya terjungkal. 


Darah segar membahasi janggutnya yang putih. Sebelum menghembuskan nafas terakhirnya, Habib sempat melempar senyum ke arah Al-Husein yang memberinya kata selamat menjumpai surga. Habib gugur setelah melagakan kepahlawanan dan kesetiaan.  


Nafi’ bin Hilal
Nafi’ bin Hilal, adalah pahlawan Karbala yang dikenal sebagai perawi hadis, qari, dan sahabat dekat Imam Ali a.s. Kesetiaannya kepada Ahlul Bait telah ia tunjukkan dalam perang Jamal, Siffin, dan Nahrawan dalam membela Imam Ali a.s., ayah Imam Husain. 

Di Karbala, bersama Abul Fadhl Abbas dan lima puluh orang sahabat Imam Husein, Nafi’ memporak-porandakan barisan musuh untuk sampai ke sungai Furat. Setelah melalui pertempuran sengit, pasukan Imam Husein berhasil mengambil air dan mengirimnya ke perkemahan.


 Sahabat setia Al-Husien ini dikenal sebagai pemanah mahir. Setelah berhasil membunuh 12 orang dan melukai beberapa orang lainnya, Nafi’ bin Hilal gugur sebagai syahid. 

Burair bin Khudhair
Di tengah pasukan Imam Husein yang hanya berjumlah beberapa puluh orang, terdapat beberapa orang yang dikenal sebagai orang ahli ibadah dan zuhud, diantaranya adalah Burair bin Khudhair. Warga Kufah amat menghormati Burair dan menyebutnya sebagai guru besar Al-Qur’an. 

Ketinggian iman Burair tampak di malam Asyura. Burair yang biasanya jarang bergurau, malam itu menggoda Abdurrahman Al-Anshari, salah seorang sahabat Imam Husein. Kepadanya Abdurrahman berkata, “Wahai Burair, malam ini tidak sewajarnya engkau bergurau.” Burair menjawab, “Sahabatku, tahukah engkau bahwa sejak muda aku tidak gemar bercanda. 


Tapi malam ini aku sangat bahagia. Sebab jarak antara kita dan surga hanya beberapa saat. Kita hanya perlu sejenak menari-narikan pedang untuk menyambut pedang-pedang musuh mencabik-cabik tubuh kita, lalu terbang ke surga.” Burair gugur syahid dan namanya abadi. Dia telah mengajarkan kesetiaan kepada agama dan kecintaan kepada Allah, Rasul dan Ahlul Bait.

Kemenangan dalam berjuang tidak selalu berbentuk kemenangan lahiriyah. Adakalanya gugur dalam perjuangan juga merupakan sebuah kemenangan besar. Tak salah bila ada pepatah yang mengatakan: darah mengalahkan pedang. Kisah Karbala adalah salah satu contohnya. 


Meski sejak awal, seluruh anggota rombongan Imam Husein telah mengetahui bahwa mereka adalah kafilah yang bergerak menuju kematian, tetapi cita-cita luhur dan keyakinan akan kemenangan dengan syahadah membuat mereka mantap melangkah. 


Kami masih bersama Anda dengan pembicaraan seputar tokoh-tokoh kebangkitan Asyura dan drama yang mereka pentaskan di Karbala.

*   *   *


Ali Akbar bin Husain as
Ketika rombongan Imam Husein memasuki padang Karbala, terlihat barisan pasukan Ibnu Ziyad yang berbaris bagai batang-batang korma di tengah sahara. 

Menyadari bahwa ribuan orang bersenjata lengkap yang berada di sana berniat membantai Al-Husein dan keluarganya, Ali Akbar putra Imam Husein bertanya kepada ayahnya, “Ayah, bukankah kita berada di pihak yang benar?” Imam menjawab, “Iya.” Mendengar jawaban itu Ali Akbar berseru, “Kalau begitu tidak alasan bagi kita untuk merasa ragu dan gentar.”


Saat Ali Akbar maju ke medan tempur untuk menunjukkan kesetiaannya kepada sang ayah dan imam yang ia ikuti, Al-Husein dengan berlinang air mata memandang nanar ke arah putranya dan berkata, “Ya Allah, saksikankah pemuda yang paling mirip wajah, tutur kata dan perangainya dengan Rasul-Mu, kini maju ke medan tempur. 

Selama ini, kami mengobati kerinduan kepada Nabi dengan memandangnya. Ya Allah, jauhkan mereka dari barakah bumi ini dan cabik-cabiklah barisan mereka.”
Ali Akbar maju dan dengan gesit dia menari-narikan pedangnya. Beberapa orang yang menghadangnya terjerembab ke tanah terkena sabetan pedang putra Al-Husein. Tak lama kemudian, kisah kepahlawanan dan kesetiaan Ali Akbar menjadi lengkap setelah sebilah pedang mendarat di tubuhnya. Ali Akbar jatuh tersungkur dan musuh-musuh berhamburan menyambutnya dengan mendaratkan pukulan pedang bertubi-tubi ke tubuh pemuda tampan itu. 

Sebelum menghembuskan nafasnya yang terakhir, Ali Akbar berseru kepada ayahnya dengan mengatakan, “Ayah, Rasulullah telah memberiku air. Beliau menunggu kedatanganmu.” Cucu Rasul itu gugur syahid dengan meninggalkan pelajaran berharga tentang kesetiaan dan pengorbanan dalam membela kebenaran. 

Qasim bin Hasan as
Mungkin kisah Qasim putra Imam Hasan as di Karbala adalah kisah yang paling menarik tentang kesetiaan dan pengorbanan. Kemenakan Imam Husein yang saat itu masih sangat belia, yaitu berusia kurang dari lima belas tahun, telah menyuguhkan pelajaran yang amat berharga.

 Di hari Asyura, saat pembantaian di Padang Karbala berlangsung, Qasim menatap pilu medan laga. Imam Husein mendatanginya dan bertanya, “Qasim, bagaimana engkau memandang kematian?” Qasim menjawab, “Kematian bagiku lebih manis dari madu.” Ya, remaja belia yang terdidik di rumah kenabian dan wilayah itu telah hanyut dalam cinta rabbani dan tak sabar menunggu saat-saat yang paling indah bertemu dengan sang Pencipta. Qasim maju ke medan laga dan gugur sebagai syahid.

Jaun bin Abi Malik
Jaun bin Abi Malik, adalah bekas budak Abu Dzar Al-Ghifari yang kemudian mengabdi di rumah Imam Ali, Imam Hasan, dan terakhir di rumah Imam Husein as.

 Di siang hari Asyura, Jaun dari dekat menyaksikan dan merasakan penderitaan yang dialami oleh keluarga Nabi dan para pengikut setia mereka di Padang Karbala. Meski tidak terlibat dalam konflik, Jaun tidak mau tinggal diam. Dia bangkit dan meminta ijin kepada Imam Husein untuk mempersembahkan darahnya dalam membela keluarga Nabi. Imam Husein yang terkenal bijak mengatakan, “Wahai Jaun, jangan celakakan dirimu. Engkau telah kumerdekakan.”


Jaun menangis, dan sambil mencium kaki tuannya, dia berkata, “Tuanku, selama ini aku hidup sejahtera di rumahmu. Aku tidak bisa tinggal diam menyaksikan engkau dan keluargamu menghadapi kesulitan ini. Demi Allah aku tidak akan meninggalkanmu sampai darahku bercampur dengan darahmu yang suci.” Budak berkulit hitam itu menunjukkan kesetiaan seorang hamba kepada tuannya. 

Jaun mengajarkan makna sejati dari balas budi. Setelah mendapat ijin, bekas budak Abu Dzar itu maju ke medan laga dan mempertontonkan semangat pengorbanan untuk keluarga Rasul. Untuknya Imam Husein berdoa, “Ya Allah putihkan wajahnya, masukkanlah ia ke dalam golongan orang-orang yang baik dan jangan pisahkan dia dari keluarga Muhammad.”

 Wahb bin Abdullah
Wahb bin Abdullah adalah salah seorang pengikut setia Imam Husein. Sebelum bertemu Imam Husein, Wahb adalah pengikut agama Nasrani. Di tangan Imam Husein, dia dan ibunya masuk Islam. Saat berada di padang Karbala bersama Imam Husein, Wahb baru 17 hari menikah. 

Sebagai bukti kesetiaan kepada penghulu pemuda surga dan pemimpin umat itu, Wahb maju ke medan tempur. 24 penunggang kuda dan 24 prajurit pejalan kaki berhasil ditumbangkannya. Namun Wahb berhasil ditangkap dan dibawa menghadap Umar bin Saad komandan pasukan Ibnu Ziyad.


Wahb gugur syahid setelah Ibnu Saad mengeluarkan perintah pemenggalan kepalanya. Kepala tanpa badan itu dikirim ke perkemahan Imam Husein. Ibu Wahb dengan bangga mencium kepala anaknya yang gugur dalam membela kebenaran. Kepala itu dilemparkannya ke arah musuh sambil berkata, “Aku tidak akan mengambil kembali apa yang telah kupersembahkan untuk Islam.” Tak cukup dengan persembahan itu, wanita tua itu mengambil sebatang kayu dan berlari ke arah musuh. 

Ibu Wahb ingin menyusul anaknya yang telah mendahuluinya terbang ke surga. Namun Imam Husein mencegahnya dan mendoakan kebaikan untuknya.
Kisah pengorbanan sahabat Nabi dalam perang Uhud yang menjadikan tubuhnya sebagai perisai hidup untuk melindungi Rasulullah, terulang kembali di padang Karbala.

 Di hari Asyura, pasukan Ibnu Ziyad tidak memberikan kesempatan kepada Imam Husein dan para sahabatnya untuk melaksanakan kewajiban shalat. Saat Imam Husein berdiri untuk mengerjakan shalat berjemaah dengan para sahabatnya, Said bin Abdillah Al-Hanafi berdiri melindungi putra Fatimah itu dari terjangan tombak dan anak panah yang meluncur ke arah Imam Husein. Tubuh Said dipenuhi oleh tombak dan anak panah.


Said roboh. Sebelum menghembuskan nafas terakhirnya ia berkata, “Ya Allah, sampaikan salamku kepada Nabi-Mu Muhammad. Katakan kepada beliau bahwa luka-luka di sekujur tubuhku ini kudapatkan ketika melindungi dan membela cucu kesayangannya yang tengah memperjuangkan agama dan kebebasan.” Mata sayu Said untuk beberapa saat memandang wajah pemimpinnya. Dia berkata, “Wahai putra Rasulullah, apakah aku sudah melaksanakan janji setiaku?” Imam Husein menjawab, “Ya, engkau telah mendahuluiku masuk ke surga.”

Abis bin Abu Syubaib Al-Syakiri
Kisah Abis bin Abu Syubaib Al-Syakiri di Karbala adalah kisah cinta yang luhur. Selain dikenal pemberani dan piawai dalam bertarung di medan tempur, Abis juga terkenal sebagai ahli ibadah dan rajin melaksanakan shalat tahajjud.

 Di malam Asyura, Abis mendatangi kemah Imam Husein. Kepada beliau, Abis mengatakan, “Demi Allah, tidak ada seorangpun di dunia ini yang kucintai dan aku hormati lebih dari dirimu, wahai putra Rasulullah. 


Jika ketulusan cinta ini dapat aku tunjukkan dengan mengorbankan sesuatu yang lebih berharga dari jiwa dan ragaku, pasti akan kulakukan.” Abis gugur syahid setelah pasukan musuh yang kewalahan dalam menghadapinya, menghujaninya dengan batu-batuan

Demikianlah,setelah satu persatu kerabat,sahabat,putra,keponakan,dan pendukung
nya gugur dan syahid,Husein menoleh ke kanan dan kekiri,lalu berseru dengan suara parau yang kehausan,:
"Wahai, masih adakah orang yang akan membela kami,masih adakah ummat yang mengharapkan syafaat kakekku Muhammad ?"tapi hanya suara lengkingan kuda yang terdengar membahana di depan sana.tak ada sambutan,tak ada jawaban,rupanya pasukan Yazid,dibawah komando Umar bin Saad,lebih takut kepada komandanya,daripada kepada neraka jahannam.
Melihat itu,Husein lalu memacu kudanya ke medan laga,menyongsong syahidnya.Setelah bertempur dengan gagah berani,dan menewaskan cukup banyak pasukan Umar bin Saad,bebrapa pukulan dan tusukan pedang melemahkan tubuhnya,darah mengucur dari sekujur tubuhnya,pandanganya mulai nanar,tertutup rembesan darah yang menetes dari kepalanya,janggut putih sudah berubah warna merah,bibir yang dulu sering dicium Rasullullah pada masa kecilnya,kini merintihkan nama penciptanya,: Allah,Allah,Allah !"dalam keadaan setengah sadar,Imam Husein terjatuh dari tungganganya,dan tertelungkup diatas tanah,Pasir Karbala,yang kini berubah merah,disiram darah para syuhada.
Inilah detik-detik terakhir,ketika ajal menjemput nya,:


Ilustrasi :Ketika Imam Husein menghadapi musush-musuhnya di tengah sahara karbala,diatas kuda Zuljanah




SYAHID Nya  IMAM HUSAIN AS.

KEJAHATAN SYIMIR BIN DZIL JAUSYAN.





Ketika Imam Husain as jatuh dari kudanya, selama beberapa saat
beliau berdiam diri. Umar bin Sa’ad berseru,”Siapa yang bisa membawa kepalanya kepadaku, maka aku akan berikan ia apa yang ia senangi.!”



Syimir berkata,”Aku wahai amir….demi Allah tidak ada selainku yang lebih berhak untuk membunuh Husain.”



Umar bin Sa’ad berkata,”Cepatlah, engkau akan mendapatkan hadiah yang besar.”



Syimir mendekati Imam Husain as yang masih dalam keadaan tidak sadar. Syimir memanggilnya dan dia menaiki dadanya yang mulia, serta meletakkan pedangnya di lehernya. Dia hendak membunuh Imam husain as.



Imam Husain as sadar dan beliau berkata,”Celaka engakau, siapa engkau.?! Engkau sudah menaiki tempat yang sangat agung.”



Syimir menjawabnya,”Yang menaikimu adalah Syimir bin Dzil Jausyan al-Dhababi.”



Imam Husain as berkata,”Apakah engkau mengenalku, wahai Syimir..?”



Dia berkata,”Ya, engkau adalah al-Husain bin Ali. Kakekmu adalah Rasulullah, dan ibumu adalah Fatimah Zahra, serta kakakmu adalah al-Hasan.”



Beliau berkata kepadanya,”Celaka engkau, jika kamu mengetahui hal itu, mengapa engkau mau membunuhku..?”



Dia menjawab,”Aku lakukan ini untuk mendapatkan hadiah dari Yazid bin Muawiyah.”



Beliau berkata,”Wahai si celaka, mana yang lebih kau sukai dari pada syafaat kakeku Rasulullah saw.”



Syimir berkata,”Hadiah dari Yazid bin Muawiyah lebih aku sukai dari pada syafaat kakekmu.”



Imam Husain as berkata kepadanya,”Demi Allah, aku memintamu agar kau memperlihatkan perutmu.”



Ternyata perutnya belang seperti perut anjing dan rambutnya seperti rambut babi.



Imam Husain as berkata kepadanya,”Allahu Akhbar, sungguh benar sabda kakekku kepada ayahku,”Wahai Ali, anakmu al-Husain akan di bunuh di tanah yang bernama Karbala. Dia akan dibunuh oleh seorang lelaki yang mirip dengan anjing dan babi.”



Syimir berkata,”Engkau menyerupakanku dengan anjing dan babi..?! Demi Allah, aku akan membunuhmu dari punggungmu.”



Kemudian si terkutuk itu..…menyembelih kepala yang mulia dan penuh berkah itu. Setiap kali Syimir mengiris sebagian tubuhnya  Imam Husein memanggil- manggil,:

”Wahai kakekku,”Wahai Muhammad,”Wahai Abul Qasim,”Wahai Ayah,wahai Ali,”wahai Bunda,Wahai fatimah,..apakah aku terbunuh dalam keadaan terzolimi..? Apakah aku terbunuh dalam keadaan kehausan..? Apakah aku mati menyendiri..?”

Ya Allah,saksikanlah,bahwa aku telah melaksanakan tugasku menjaga agama RasulMu Muhammad,dan terimalah pengorbanan darah kami !"



Ketika Syimir (La’natullah ‘alaih) selesai menyembelih kepala Imam Husain as, kemudia dia menancapkannya di tombaknya.





(Yanabi al-Mawaddah,hal.419,cet.I)





NASIB SYIMIR at DHiBABI DAN KEHINAAN YANG DIA DAPATKAN.



1. Tharihi di dalam kitabnya Al-Muntakhab mengatakan: Syimir menemui Yazid untuk meminta hadiah darinya sambil melantunkan syair:



“Penuhi tungganganku dengan perak dan emas



Aku sudah membunuh sebaik-baik manusia.”



Tetapi penulis Al-Maqtal menyampaikan bait-bait Syimir sebagai berikut:



“Penuhi tungganganku dengan perak dan emas


Karena aku telah membunuh Sayyid yang di sucikan


Aku sudah membunuh sebaik-baik manusia……


Dan seluruh manusia terbaik nasabnya


Penghulu penduduk Haramain dan Wara


Dan atas semua makhluk terkait dengannya


Aku menetaknya dengan panah hingga dia terjungkir


Dan aku menebasnya dengan pedang dengan tebasan yang mengagumkan.”



Yazid memandangnya dengan penuh amarah dan dia berkata,:”Penuhi tunggangannya dengan dengan kayu dan api. Celaka engkau, jika engkau mengetahui dia sebaik-baik manusia…mengapa engkau membunuhnya dan membawa kepalanya kepadaku..? singkirkan dia dari hadapanku. Tidak ada hadiah dariku untuknya.”



Yazid menusukan ujung pedangnya kepadanya.



Si terkutuk Syimir keluar dengan marah. Dia merugi dunia dan akhirat. Inilah dua kerugian yang nyata.


(Muntakhab, Tharihi,hal.471; Maqtal al-Husain wa Mishra’u Ahli Baythi wa Ashabihi, hal.201)



2. Syimir – al-Kalabi – inilah yang memanggil Abbas bin Ali as dan saudara perempuannya pada hari Asyura dan meminta mereka agar bergabung dengan pasukan Ibnu Sa’ad serta dia menjanjikan jaminan keamanan dari Ibnu Ziyad. Sebabnya dia melakukan hal ini adalah karena Ummu Banin as adalah bersuku Kalabi juga, tetapi Abbas dan saudara perempuannya itu melaknat Syimir dan jaminan keamanannya. Mereka memutuskan harapan Syimir dengan mengatakan,”Apakah engkau akan memberi kami keamanan sementara putra dari putri Rasulullah saw tidak memiliki keamanan. Semoga Allah melaknatmu dan jaminan keamananmu itu..


(Lihat Maqtal al-Husain dari Tadzkirat al-Husain wa Mishra’u Ahli Baythi wa Ashabihi, hal.201)



3. Di dalam kitab Kasyf al-Ghummah disebutkan: Syimir bin Dzil Jausyan menemukan emas di dalam pelana kuda Imam Husain as, lantas dia memberikan sebagian emas itu kepada putrinya. Putrinya memberikannya kepada tukang emas untuk di jadikan periasan. Tetapi ketika situkang emas itu memasukkannya kedalm api, emas menjadi tembaga.



Akhirnya putri Syimir memberi tahukan kejadian ini kepada ayahnya. Syimir memenggal tukang emas itu, dan dia memberikan sisa emasnya kepadanya sambil berkata,”Masukkan kedalam api dengan kesaksianku.”



Si tukang emas itu melakukannya dan kembali emas itu menjadi tembaga.



Didalam riwayat lain emas itu kembali menjadi debu.”


(Kasyf al Ghummah,2/56)



4. Ketika Mukhtar bangkit untuk melakukan revolusi, dia menuntut Syimir atas pembunuhan penghulu para syuhada. Syimir melarikan diri ke Badiyah. Dia berusaha menemui Abu Amrah. Dia berangkat dengan di temani salah seorang temannya.



Tetapi pasukan Mukhtar menyerbunya dengan keras dan memenuhi sekujur tubuhnya dengan luka-luka. Kemudian dia menawan Abu Amrah dan mengirimkannya kepada Mukhtar.



Dia menebas kepala Syimir dan menggodok minyak. Telah mendidih, Syimir di lemparkan kedalamnya sehingga dia hancur lebur. Kemudian seorang budak keluarga Hariqa menginjak-nginjak wajah dan kepala Syimir-siterkutuk.


(Amal al-Syaikh al-Thusi,hal.244).



dikatakan bahwa Mukhtar membunuhnya dengan cara yang paling buruk.


(Tadzkirat al-Khawwash,hal.258)



Dikatakan njuga bahwa Mukhtar menyembelihnya sebagai mana disembelihnya Imam Husain as oleh Syimir dan dia di injak-injak kuda di dada dan punggungnya.


(.Tadzkirat al Khawwash, hal.258)



Dikatakan juga : Mukhtar membunuhnya dengan cara yang terburuk dan membakarnya rumahnya dan keluarga serta kerabat Syimir yang ada di dalamnya.


(Muntakhab Tharihi,248)



---------------------------------------------------------------------



"Jikalau raga diciptakan untuk menyongsong kematian, maka kematian di ujung pedang di jalan Allah jauh lebih baik dan mulia ketimbang mati di atas ranjang." (Al-Husain bin Ali bin Abi Thalib).



“Mati dalam mempertahankan agama kakekku adalah lebih mulia dari pada harus membaiat orang yang merusak agama kakekku.”



Kullu yaumin Asyura, Kullu Ardin Karbala (Setiap Hari adalah Asyuro, Setiap Tanah adalah Karbala)