Gambar ilustrasi
Sayyidatuna Fathimah Az-Zahra Ra
Sayyidatuna Fathimah Az-Zahra ra putri Rasulullah saw; beliau adalah Al-Batul ( yang hidup hanya untuk beribadah ), wewangian Rasulullah saw, ibundanya Sayyidatuna Khadijah binti Khuwailid Ummul Mukminin istri Rasulullah saw mengandung beliau saat berusia 50 tahun; beliau merupakan putri ke empat Rasulullah saw.
Beliau adalah anak Rasulullah saw yang hidup paling akhir, karena itulah beliau dapat menyaksikan wafatnya Rasulullah saw; dan beliau adalah orang yang pertama kali menyusul wafatnya Rasulullah saw.
Rasulullah saw amat gembira sekali dengan kelahiran Sayyidatuna Fathimah ra yang merupakan pembawa kabar gembira dan nasib baik yaitu pada hari orang-orang Quraisy merampungkan pembangunan Baitul Haram dan masing-masing pemuka Quraisy ingin mendapat kehormatan meletakkan Hajar Aswad di tempat asalnya.
Terjadilah perselisihan diantara mereka dan nyaris terjadi saling membunuh di antara mereka. Kemudian mereka sepakat untuk menjadikan hakim diantara orang yang lebih dahulu masuk masjid. Ternyata orang yang pertama kali masuk masjid adalah Muhammad Rasulullah saw; maka mereka berkata :
“Ini adalah Muhammad Al-Amin ( yang sangat dipercaya ). Sungguh kami rela dia bertindak sebagai hakim pemutus perkara”
Ketika Muhammad Raulullah saw mengetahui sebab terjadinya perselisihan diantara mereka, maka baeliau berkata :
“Letakkan Hajar Aswad itu di atas pakaian ini”.
Lalu beliau membentangkan pakaiannya. Mereka pun melakukannya. Kemudian beliau berkata ;
“Saya minta masing-masing para pimpinan kabilah memegang ujung pakaian ini, dan angkatlah Hajar Aswad ini bersama-sama”.
Maka merekapun melakukannya, lalu beliau mengambil Hajar Aswad ketika mereka sudah mengangkatnya dan beliau letakkan di tempatnya; dan keputusan ini tidak ada yang menentang beliau dan padamlah perselisihan mereka.
Kemudian Rasulullah saw pulang ke rumahnya dan beliau mendapati istrinya Sayyidatuna Khadijah telah melahirkan Sayyidatuna Fathimah, timbul rasa gembira dan bahagia luar biasa dengan kelahiran putrinya ini.
Beliau memberi nama Fathimah ( yang menyapih ) dengan harapan agar kelak ia menjadi seorang ibu serta bisa menyapih anak-anaknya,.
Sayyidatuna Fathimah tumbuh dewasa di dalam naungan dakwah, beriman kepada Allah dan Rasulnya, hidup di sisi Rasulullah saw dengan terus membantu beliau, mengawasi beliau dan memperhatikan penentangan, kebencian dan perlakuan buruk orang-orang Quraisy terhadap Rasulullah saw. Beliau selalu berusaha menolong ayahnya, bersikap tabah dan terus membelanya.
Dan tatkala ibundanya Sayyidatuna Khadijah ra wafat, maka menjadi berlipat gandalah beban berat hidupnya; karena itu beliau mendapat sebutan “Ummu Abiba” ( ibu bagi ayahnya ).
Ketika seorang kafir Quraisy bernama Uqbah bin Mu’aith meletakkan isi perut kambing diatas kepala Rasulullah saw yang sedang sujud di bawah naungan Ka’bah;
dengan cepat Sayyidatuna Fathimah menyingkirkannya dari kepala beliau dan mencaci maki Uqbah serta menantang sikap kasar dan kesombongannya.
Sayyidatuna Fathimah telah ikut serta mengalami peristiwa-peristiwa kerasulan, hidup mengiringi masa-masa kerasulan, ikut merasakan besarnya beban berat yang harus dipikul Nabi saw dan beliau bersabar menghadapi pahit getirnya penderitaan itu.
Beliau merasa sedih sekali dan menangis melihat apa yang telah menimpa Nabi saw. Rasulullah selalu menenangkan kegelisahan puterinya, menghilangkan kesusahannya dan memberinya kabar gembira akan datangnya pertolongan Allah swt.
Saat terjadi peristiwa pemblokadean keluarga Rasulullah saw oleh orang-orang kafir Quraisy di sebuah bukit; Sayyidatuna Fathimah jatuh sakit dan ibundanya Sayyidatuna Khadijah sangat menghawatirkan kondisi anak perempuannya yang masih kecil itu.
Semua keluarga Rasulullah saw ikut menderita akibat blokade orang-orang kafir Quraisy.
Sayyidatuna Khadijah sendiri terserang penyakit berat dan merasakan ajalnya sudah dekat. Ketika Sayyidatuna Khadijah wafat, Rasulullah saw merasakan duka dan pahitnya perpisahan dengan seorang wanita yang amat agung, yang telah memberi keteguhan hati beliau, memberi motivasi serta pertolongan kepada beliau.
Ketika Rasulullah saw terluka dalam perang Uhud; Sayyidatuna Fathimah ra segera mendekati ayahnya dan melihat wajahnya yang mulia bercucuran darah, beliau pun memberikan pertolongan dan mencoba menghentikan darah yang keluar dengan ke dua tangannya, namun tidak berhasil.
Sementara Sayyidina Ali bin Abu Thalib menuangkan air ke wajah Nabi saw, namun darah tetap keluar.
Maka beliau mengambil potongan tikar yang sudah lama dan membakarnya. Setelah menjadi abu, maka abu tersebut beliau tempelkan ketempat luka Rasulullah saw, hingga darah tersebut menjadi tertahan dan berhenti ( HR. Buhhari, Muslim, Ibnu Majah dan Ahmad )
Sayyidina Ali bin Abu Thalib meminang Sayyidatuna Fathimah ra.
Diriwayatkan dari Abdillah bin Buraidah dari ayahnya bahwa ia pernah berkata : Sayyidina Abu Bakar dan Sayyidina Umar pernah meminang Sayyidatuna Fathimah, maka Rasulullah saw bersabda :”Sesungguhnya ia masih kecil”.
Kemudian Sayyidina Ali ra meminangnya, maka Rasulllah saw menikahkan Sayyidatuna Fathimah dengannya. Diriwayatkan dari Imam Thabroni bahwa Rasullah bersabda :
إنّ اللّه تعالى أمرني أن أزوّج فاطمة من عليّ. ( رواه الطبراني )
“Sesungguhnya Allah swt telah memerintahkan kepadaku agar menikahkan Fathimah dengan Ali”.
Sayyidina Ali telah menyiapkan sebuah rumah sebagai tempat untuk menyambut calon istrinya. Putra-putri Bani Abdul Muthallib sangat merasa gembira sekali sebagaimana kebahagiaan itu meliputi para sahabat Anshar dan Muhajirin.
Telah diriwayatkan dari Atho’ bin As Sa’ib dari ayahnya dari Sayyidina Ali ra, bahwa beliau berkata :
“Rasulullah saw telah memberi perlengkapan kepada Fathimah berupa khomil ( kain beludru yang terbuat dari kapas ), geriba ( tempat minum dari kulit ) dan bantal yang berisi rumput idzkir ( sejenis rumput yang basah dan berbau harum ).
Dalam riwayat lain dari Sayyidina Ali ra, bahwasanya ketika Rasulullah saw mengawinkan dirinya dengan Sayyidatuna Fathimah, maka beliau membekali Sayyidatuna dengan Khomilah ( kain beludru ), bantal yang berisi sabut, dua alat penggiling, siqo’ ( wadah air dari kulit ) dan dua tempayan air.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra bahwa beliau berkata:
“Ketika Rasulullah saw, menikahkan Sayyidatuna Fathimah dengan Sayyidina Ali, maka sesuatu yang dihadiahkan Rasulullah kepada Fathiimah adalah ranjang tempat tidur yang diikat dengan tali yang terbuat dari daun kurma dan bantal yang berisi sabut, serta geriba.
Ibnu Abbas berkata lagi : “Orang-orang datang membawa kerikil pasir, kemudian mereka letakkan merata di dalam rumah pengantin ( Hadits ).
Demikianlan pernikahan berlangsung dengan biaya relative sedikit serta ongkos yang amat murah, dan terlaksana dengan penuh keramahan, kemudahan serta penuh kebaikan.
Kehidupan Sayyidatuna Fathimah ra di rumah suaminya.
Keadaan tubuh Sayyidatuna Fathimah yang lemah akibat penderitaan beliau yang pernah dialami ketika terjadi pemblokadean kaum muslimin dibukit berupa kelaparan dan embargo ekonomi.
Dan setelah bebas dari pemblokadean, Sayyidatuna fathimah menanggung penderitaan dan kepayahan hidup serta ikut bersama Nabi saw, menanggung perlakuan jahat orang-orang kafir Quraisy.
Beliau hijrah ke kota Madinah dalam keadaan kedua kaki berdarah dan tinggal di rumah suaminya Sayyidina Ali kw yang alim dan wara’, seorang mujtahid yang membaktikan dirinya bagi agamanya, maka Sayyidatuna Fathimah pun mengikuti suaminya dengan rela sepenuhnya.
Sayyidina Ali kw selalu membantu pekerjaan istrinya semampunya. Diriwayatkan dari Sayyidina Ali kw, bahwa beliau pernah berkata kepada Ibnu Ummi Abd :
“Maukah Kuceritakan kepadamu tentang diriku bersama putri Rasulullah saw, ia adalah keluarga Rasulullah saw yang amat beliau cintai. Suatu hari ia pernah berada disampingku, lalu ia menggiling dengan alat penggiling sampai alat itu menimbulkan bekas ditangannya.
Ia juga mengambil air dengan geriba sampai alat itupun membekas pada lehernya. Ia juga menyapu rumah sehingga pakaiannya penuh dengan debu. Ia pun memasak dengan periuk sehingga pakaiannya menjadi sangat kotor.”
Diriwayatkan dari Sayyidatuna Fathimah ra, bahwa beliau berkata :
“Sungguh kedua tangan saya menjadi tebal dan kasar karena alat penggiling, kadangkala aku membuat tepung dan kadangkala aku membuat adonan.” (HR. Ad Daulabi, Ahmad dan Turmudzi )
Suatu ketika kaum muslimin menang dalam peperangan dan berhasil menawan beberapa tawanan wanita; saat itu Sayyidina Ali kw berkata kepada Sayyidatuna Fathimah :
“Pergilah dan mintalah seorang tawanan wanita yang dapat menolong pekerjaanmu dan saya kira Nabi saw tidak akan menolak permintaanmu karena kedudukanmu yang dekat dengan beliau.”
Maka Sayyidatuna Fathimah ra mematuhi perintah suaminya dan berangkat ke tempat Nabi saw. Maka Nabi saw bertanya kepadanya :
“Ada apa wahai putriku?”
Sayyidatuna Fathimah menjawab :
“Saya hanya datang untuk mengucapkan selamat kepada ayah.”
Beliau malu untuk meminta sesuatu dari ayahnya sendiri; lalu beliau kembali ke rumahnya.
Ketika Sayyidina Ali kw mengetahui keadaan ini, maka beliau mengantar Sayyidatuna Fathimah pergi ke tempat Nabi saw dan mengutarakan niatnya untuk meminta seorang tawanan wanita yang dapat membantu pekerjaan Sayyidatuna Fathimah di rumah, karena ia kelihatan tidak mampu menyelesaikan pekerjaannya sendirian.
Maka Rasulullah saw menjawab :
“Tidak, Demi Allah aku tidak akan memberi kalian, sementara aku membiarkan Ahlus Shuffah ( orang-orang fakir yang tinggal diserambi masjid ) dalam keadaan perut mereka terlipat. Aku tidak mendapatkan sesuatu yang akan kubelanjakan untuk mereka, tapi akan menjual para tawanan itu lalu akan kubelanjakan hasilnya untuk Ahlus Shuffah.”
Dalam riwayat lain dari sanad Abi Umamah dari Sayyidina Ali kw, bahwasanya Rasulullah bersabda :
“Bersabarlah engkau wahai Fathimah! Sesungguhnya wanita yang paling baik adalah yang bisa memberi manfaat bagi keluarganya.”
Dalam riwayat lain, Rasulullah bersabda :
“Maukah kalian kuberitahu mengenai sesuatu yang lebih baik daripada sesuatu yang telah kalian minta kepadaku? Ada beberapa kalimat yang diajarkan kepadaku oleh Jibril yaitu setiap selesai menjalankan sholat, hendaklah kalian membaca tasbih 10x, membaca tahmid 10x serta membaca takbir 10x. dan ketika kalian beranjak ketempat tidur, maka hendaklah kalian membaca tasbih 33x, membaca tahmid 33x serta membaca takbir 33x.
(HR. Bukhari, Muslim, Turmudzi, Nasa’i, Ahmad, Ad Darimi dan Abu Nua’im).
Kepribadian Sayyidatuna Fathimah Az-Zahra
Beliau hidup sebagai sosok wanita yang giat dan yang teguh, suatu kehidupan yang seluruhnya merupakan hasil tempaan kasih sayang serta perhatian dari dua orang tua yang sangat mulia
keturunannnya, budi pekertinya, kebangsawanan dan nasabnya.
Sayyidatuna Fathimah Az-Zahra selalu belajar di rumah kedua orang tuanya tentang sesuatu yang tidak dipelajari oleh anak perempuan selainnya di kota Makkah, yaitu berupa ayat Al-Qur’an dan tradisi-tradisi yang tidak mungkin orang-orang sekitar mereka menanggungnya, baik mereka yang ahli ibadah ataupun yang lainnya.
Disamping itu, Sayyidatuna Fathimah Az-Zahra juga mempelajari apa saja yang dipelajari oleh anak-anak perempuan yang lain. Maka tidaklah heran bila beliau pernah membalut luka-luka ayahnya
ketika perang Uhud, dan beliau melakukan sendiri pekerjaan-pekerjaan rumahnya serta beliau tidak pernah dibantu oleh seorang wanitapun di dalam sebagian besar masa hidupnya.
Beliau tumbuh dewasa dan berkembang di tengah rumah tangga yang suci ini adalah seorang wanita yang berilmu, mempunyai keistimewaan dan menjiwai ilmu-ilmu Al-Qur’an, makna-maknanya seta isi
kandungannya. Beliau tumbuh dewasa dalam ketenangan, kesederhanaan, dan perasaan cukup beliau dengan kemuliaan nasabnya; memiliki kemauan yang kuat, semamgat yang gigih dan jiwa yang mulia.
Beliau menjunjung tinggi hubungan nasab dirinya dengan ayahnya dan merasa gembira sekali terhadap kemiripan anak-anaknya dengan ayah beliau. Beliau selalu menyebut-nyebut hal ini pada waktu menimang.Fithroh keagamaan pada diri Sayyidatuna Fathimah Az-Zahra ra, merupakan fithroh yang telah diwarisi dari kedua orang tuanya yang mulia.
Beliau sangat hati-hati sekali menjaga perintah agama yang telah diyakininya, sehingga selalu waspada dan selalu bertindak paling hati-hati ( Al-Ahwath ) didalam setiap urusan.
Beliau adalah orang yang paling mirip ayahnya dalam gaya berjalannya, ucapan dan pebicaraannya. Sayyidatuna A’isyah ra berkata tentang Sayyidatuna Fathimah Az-Zahra :
“Saya tidak pernah melihat seorangpun yang gaya berjalannya, ketenangan dan tingkah lakunya mirip dengan Rasulullah saw daripada Fathimah putri Rasulullah saw pada waktu ia berdiri dan duduk.”
( HR. Turmudzi, Abu Daud dan Nasa’i )
“Ketika Fathimah masuk ke tempat Rasulullah saw. Maka Rasulullah pun berdiri menyambutnya, lalu menciumnya kemudian mendudukkannya di tempat duduk beliau; dan apabila Nabi saw masuk ke tempat Fathimah ra, maka iapun berdiri menyambut beliau, lalu mencium beliau kemudian mempersilahkan beliau duduk di tempat duduknya.”
( HR. Turmudzi, Abu Daud dan Nasa’i )
“Sayyidatuna Aisyah merasa aneh ketika sikap Sayyidatuna Fathimah seperti orang biasa, pada waktu beliau melihat Sayyidatuna Fathimah menangis kemudian terus tertawa disisi Rasulullah saw, sewaktu beliau sakit menjelang wafatnya.
Ketika Sayyidatuna Aisyah baru tahu bahwa Sayyidatuna Fathimah menjadi tertawa karena telah mendengar dari ayahnya bahwa ia adalah orang yang pertama kali diantara keluarganya yang akan menyusul ayahnya.”
( HR. Bukhari, Muslim, Turmudzi, Abu Daud, Ibnu Majah, Nasa’i, Ibnu Sa’ad, Hakim dll )
Kedudukan Sayyidatuna Fathimah disisi Rasulullah saw.
Rasulullah bersabda :
فاطمة بضعة منّي فمن أغضبها فقد أغضبني. ( رواه البخارى )
“Fathimah adalah bagian darah dagingku, barangsiapa yang membuatnya marah maka ia telah membuatku marah.”
( HR. Bukhari )
Diriwayatkan dari Zaid bin Arqam bahwa ia berkata ;
Rasulullah saw pernah berkata kepada Sayyidina Ali, Sayyidatuna Fathimah, Sayyidina Hasan dan Sayyidina Husein :
انا حرب لمن حاربتم وسلم لمن سا لمتم ( رواه احمد، التر مذى، إبن هباّن و الحاكم )
”Saya memerangi orang-orang yang kalian perangi dan saya berdamai dengan orang-orang yang kalian ajak berdamai.”
( HR. Ahmad, Turmudzi, Ibnu Hibban dan Al-Hakim, serta shahih menurut Ibnu Hibban dan Al-Hakim )
Keistimewaan Sayyidatuna Fathimah Az-Zahra.
كمل من الرّجال كثيرا ولم يكمل من النّساء إلاّ مريم بنت عمران وآسية امرأة فرعون و خديجة بنت خويلد و فا طمة بنت محمّد و فضل عائسة على النّسآء كفضل الثريد على سائر الطعام.
( رواه البخارى و مسلم )
“Banyak dari kaum lelaki ( para hamba Allah swt ) yang sempurna, dan tidak ada dari kalangan kaum perempuan ( hamba Allah swt ) yang sempurna kecuali Maryam putri ‘Imran, Asiyah istri Fira’un, Khadijah puteri Khuwailid dan Fathimah putri Muhammad, " ( HR. Bukhari - Muslim )
حسبك من نساء العالمين اربع : مريم بنت عمران وخديجة بنت خويلد وفاطمة بنت محمد وآسية امرأة الفرعون. ( رواه الترمذى,حاكم, احمد و ابن هبان )
“Cukup untuk kamu ketahui bahwa diantara wanita sealam semesta ( yang paling mulia ) ada empat orang yaitu Maryam puteri Imran, Khadijah puteri Khuwailid, Fathimah puteri Muhammad dan Asiyah istri Fir’aun.”
( HR. Turmudzi, Hakim, Ahmad dan ibnu Hibban )
يافاطمة أمّا ترضين ان تكونى سيّدة نسآء المؤمنين او سيّدة هذه الأمة, فضحكت الذى رأيت.
( متّفق عليه )
“Wahai Fathimah tidakkah engkau senang menjadi junjungan para wanita orang-orang mukmin atau junjungan para wanita umat ini.”
( HR. Bukhari, Muslim, dll )
افضل نساء اهل الجنّة خديجة و فاطمة. ( رواه احمد و الحاكم )
“Wanita penduduk surga yang paling utama adalah Khadijah dan Fathimah.”
( HR. Ahmad dan Al Hakim )
ان فاطمة الزّهراء احبّ اهل بيتى إليّ. ( رواه احمد )
“Sesungguhnya Fathimah Az-Zahra adalah Ahli Baitku yang paling kucintai.”
( HR. Imam Ahmad )
Diantara keistimewaan Sayyidatuna Fathimah ra adalah sesungguhnya Allah swt telah melestarikan anak cucu Nabi saw lewat anak cucu Fathimah dan melanggengkan keturunan Raulullah saw lewat keturunan Sayyidatuna Fathimah ra.
Karena hanya Sayyidatuna Fathimah satu-satunya diantara putra-putri Nabi saw yang menjadi ibu bagi keturunan Ahli Bait. Anak-anak Nabi saw yang laki-laki tidak ada yang berumur panjang.
Putra-putra beliau yang bernama Qasim, Abdullah dan Ibrahim telah meninggal dunia saat mereka masih anak-anak. Adapun putri-putri Nabi saw adalah empat orang yaitu Zainab, Ruqaiyah, Ummu Kultsum dan Fathimah Az-Zahra. Semua putri Nabi saw terputus keturunannya;
kecuali keturunan Sayyidatuna Az-Zahra Al-Batul. Allah swt telah memberi karunia kepada Sayyidatuna Az-Zahra ra berupa dua orang putra yaitu Sayyidina Hasan dan Husein dan seorang putri yaitu Sayyidatuna Zainab ra; dan hanya dari kedua putranya ( Sayyidina Hasan dan Husein ) cucu Rasulullah saw asal-usul seluruh para Ahli Bait yang mulya.
Wafatnya Sayyidatuna Fathimah Az-Zahra Al-Batul.
Ketika menjelang wafatnya, beliau berkata kepada Asma binti Umais :
“Tidakkah engkau lihat, sudah seberapa parah sakitku ini, maka janganlah engkau akan mengusungku di atas keranda yang terbuka.”
Dalam riwayat lain dari Abdullah bin Buraidah menyebutkan bahwa Sayyidatuna Fathimah ra, telah berkata kepada Asma’ :
“Sesungguhnya saya sangat malu bila keluar dalam keadaan terbungkus, diusung oleh para lelaki, sedangkan ditengah-tengah bungkus itu terdapat tubuh saya.”
Dalam riwayat Ummi Ja’far menyebutkan, bahwa Sayyidatuna Fathimah berkata :
“Sesungguhnya saya menganggap jelek sekali perlakuan yang diperuntukkan kepada para wanita yang ( jenazahnya ) dikenakan pakaian ( diberi kafan ) lalu pakaian itu memperlihatkan bentuk tubuhnya.”
Maka Asma’ berkata kepada beliau :
“tidak… sungguh demi hidupku wahai puteri Rasulullah saw.. namun aku akan membikin keranda ( yang tertutup rapat ) sebagaimana yang pernah engkau lihat itu dilakukan di Habasyah.”
Sayyidatuna Fathimah berkata :
“Coba hal itu perlihatkan kepadaku.”
Maka Asma’ mengambil beberapa pelepah daun kurma yang masih basah, lalu ia melengkungkan pelepah-pelepah itu kemudian ia jadikan keranda di atas tempat tidur.
Ketika Sayyidatuna Fathimah melihatnya, beliau langsung tersenyum, padahal beliau tidak pernah kelihatan tersenyum
( sepeninggal Rasulullah saw ).
Beliau berkata kepada Asma’ :
“Alangkah bagusnya keranda ini dan alangkah indahnya. Dengan bentuk macam ini, maka wanita akan bisa dibedakan dari orang laki-laki.
Mudah-mudahan Allah swt menutupi aibmu sebagaimana engkau telah menutupiku, dan bilamana aku telah meninggal, maka mandikanlah bersama dengan Ali serta jangan ada seorangpun yang masuk ke tempatku.”
Sayyidatuna Fathimah ra wafat pada hari selasa tanggal 3 Ramadhan tahun 11 H, dalam usia 28 tahun. Beliau dimakamkan di Baqi’ pada malam hari.
Shalat jenazah beliau dipimpin oleh Sayyidina Ali. Dan ada yang mengatakan dipimpin oleh Sayyidina Abbas ra. Yang menurunkan jenazah beliau ke liang lahat adalah Sayyidina Abbas ra dan Sayyidina Ali ra serta Fadhil bin Abbas.
Sedangkan dalam kitab Adz Dzurriyah Ath Thahirah karangan Ad Daulabi menyebutkan bahwa Sayyidatuna Fathimah hidup setelah wafatnya Nabi saw, selama 3 bulan.
Adapun riwayat yang paling shahih adalah riwayat Az-Zuhri dari Urwah bin Zubair dari Aisyah bahwa beliau berkata: “ Fathimah hidup setelah wafatnya Rasulullah saw selama 6 ( enam ) bulan.
( HR.Bukhari Muslim ).
No comments:
Post a Comment