Antara Haramain dan Kerajaan Monarki Arab Saudi
Arrahmahnews
.com Satu hal yang perlu diperjelas, Haramain bukanlah Arab Saudi. Yang ada dalam teks hadits-hadits Nabi Muhammad Saw yang menyebutkan keutamaan dan kemuliaan Haramain adalah penyebutan kota Mekah dan Madinah, bukan Arab Saudi.
Kalau seseorang mencaci dan memberikan stigma negatif pada Arab Saudi bukan berarti yang dicela dan dicaci itu adalah Haramain. Sebab yang membuat Arab Saudi itu mendapat pencitraan negatif adalah kebijakan-kebijakan rajanya, yang memang dalam banyak hal secara demonstratif menyimpang dari aturan Islam. Seperti kehidupan glamour pangeran-pangeran Arab maupun keakraban sang raja dan petinggi-petinggi kerajaan dengan rezim negara-negara Barat yang tidak sedikit kebijakan luar negerinya merugikan umat Islam. Termasuk bungkamnya Arab Saudi terhadap penjajahan Israel atas wilayah Palestina.
Apa kalau pada akhirnya secara resmi masjid al Quds menjadi bagian dari teritorial Israel, lantas Israel tidak boleh dicela karena adanya al Quds? lalu kemudian disebut Israel adalah kiblat pertama umat Islam yang karena itu harus dipuji dan tidak boleh dihujat?. Lalu kemudian diidentikkan, menghujat Israel sama saja melecehkan tanah suci al Quds?.
Dan perlu diketahui pula, meskipun berada dalam wilayah territorial Arab Saudi, Haramain bukanlah milik Kerajaan Arab Saudi, sebab Haramain adalah dua kota suci umat Islam yang sudah semestinya dimiliki oleh umat Islam sedunia. Sebagaimana dimasa kekhalifaan, Haramain dibawah pengelolaan Khalifah yang memang dibaiat oleh seluruh kaum muslimin. Sementara KSA, bukan kekhalifaan Islam.
Tapi apa yang dilakukan KSA atas Haramain?. KSA menguasai sepenuhnya termasuk pengelolaannya. KSA menganggap Haramain adalah miliknya dan secara sepihak menguasai penuh pengelolaannya yang hanya menonjolkan satu mazhab tertentu, dengan mengabaikan realitas umat Islam yang terdiri dari beragam mazhab.
Dulu kita pernah mendengar kisah Syaikh Nawawi al Bantani, ulama Nusantara asal Banten yang mengajar di Masjidil Haram, ada pula Syaikh Ahmad Khatib al Minangkabawi, ulama besar asal Minangkabau yang pernah menjadi imam, khatib dan guru besar di Masjidil Haram sekaligus mufti mazhab Syafi’i pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. Tapi lihat apa yang terjadi ketika Haramain dikuasai KSA dan pengelolaannya di tangan mereka?. Apa ada ulama mazhab lain yang sekarang bisa menjadi imam dan khatib di Haramain selain ulama yang memiliki mazhab resmi yang diakui KSA?. Apakah ketika ulama besar Universitas Al Azhar naik haji atau umrah akan mendapat penghormatan untuk menyampaikan ceramah di masjidil Haram? sekarang, anda tidak akan menemui realitas itu.
Bahkan dosen-dosen di Universitas Islam Madinah dan Ummul Qura’, sulit didapati dosen yang bukan berkewargenagaraan Arab Saudi. Sementara dosen saya di Iran, tidak sedikit yang malah berkewarganegaraan Arab Saudi, Irak, Lebanon dll.
Tahukah anda, jangankan jadi imam, khatib ataupun dosen di universitas Islam, untuk sekedar jadi muazin, KSA menetapkan aturan, muazin harus warga Arab Saudi, dan warga asing dilarang keras mengumandangkan azan dan menjadi imam masjid. Jadi seindah apapun suara anda, sebagus apapun bacaan anda, jangan harap bisa mengumandangkan azan dan menjadi imam shalat di masjidil Haram. Selain harus berkewarganegaraan KSA juga harus bermanjaj Salafi, yang telah menjadi mazhab resmi KSA. Menurut pengakuan Syaikh al Ghamidi Imam Masjidil Haram, pernah ada sejumlah muazin dari Indonesia tapi itu juga telah beralih kewarganegaraan Arab Saudi, karena KSA menetapkan aturan pelarangan warga asing menjadi muazin.
Karenanya patut dipertanyakan, apa KSA mengelola Haramain untuk kepentingan umat Islam atau untuk kepentingan mazhab tertentu?. Jangan heran, ketika anda naik haji atau umrah, disaat anda sedang melakukan amalan-amalan tertentu yang meskipun itu absah menurut mazhab anda tapi jika bertentangan dengan manhaj Salaf anda akan mendapat larangan dan teguran keras dari pihak keamanan Haramain, malah tidak jarang anda akan mendapat pentungan bila perlu. Dengan dana yang dikumpulkan dari jamaah haji yang berasal berbagai mazhab, anda akan dihadiahi Al-Qur’an, buku-buku, kaset-kaset ceramah yang kesemuanya berisi materi dakwah Islam manhaj Salaf, bukan berdasarkan mazhab yang anda anut.
Haramain dan dana haji umat Islam telah dimanfaatkan KSA untuk menyebarkan manhajnya tanpa memberikan penghormatan sedikitpun pada mazhab lain. Saya tidak bicara mengenai mazhab Syiah. Tapi mazhab sesama ahlus Sunnah. Apa KSA memberi penghormatan pada mazhab-mazhab lain selain manhaj Salaf meskipun itu sesama mazhab Sunni?.
Apa KSA memberi penghormatan kepada negara-negara Islam lainnya ketika hendak memperluas dan mempercantik Haramain dengan terlebih dahulu meminta pertimbangan?. Apakah pembangunan Menara Abraj al Bait di sisi Masjidil Haram sebelumnya telah di konsultasikan dengan negara-negara muslim lainnya sementara biaya pembuatannya diantaranya juga bersumber dari dana umat Islam yang telah menunaikan ibadah haji dan umrah?. Sama halnya Vatikan yang merupakan kota suci umat Katolik, ia adalah milik seluruh umat Katolik di seluruh dunia, yang menjadi Paus atau pimpinan tertinggi di Vatikan bukan berdasarkan keturunan tapi berdasarkan kelayakan yang dipilih oleh dewan Kardinal dari negara manapun asalnya. Sementara yang menjadi Imam dan Khatib di Haramain, harus sepersetujuan otoritas KSA, yang telah mempersyaratkan harus berkewarganegaraan KSA dan harus bermanhaj Salaf.
Haramain adalah dua kota suci umat Islam yang harus dijaga, dibela, dimuliakan dan di doakan. Berziarah ke Haramain adalah impian dan harapan semua kaum muslimin. Penghinaan atas Haramain adalah pelecehan untuk semua umat Islam, tanpa terkecuali. Namun meski demikian, kesucian dan kemuliaan Haramain tidak meniscayakan, semua wilayah teritorial KSA juga ikut menjadi suci. Sehingga ketika mengugat KSA tidaklah mesti diidentikkan dengan menggugat kesucian dan kemuliaan Haramain.
Saya ingin menutup tulisan ini, dengan satu hadist Nabi Muhammad Saw, Dari Ibnu Umar berkata, Nabi Saw berkata, “Ya Allah berilah keberkahan kepada kami, pada Syam kami dan pada Yaman kami”. Para sahabat berkata “dan juga Najd kami?”. Beliau bersabda “Disana muncul kegoncangan dan fitnah, dan disanalah akan muncul tanduk setan”. (ShahihBukhari2/33 no 1037)
Najd yang dimaksud dalam hadits diatas adalah Najd Hijaz, atau daerah sekitar Riyadh sekarang, berada disebelah Timur dari tempat terbitnya matahari dari kota Madinah. Nabi Saw menyebut Najd sebagai tempat munculnya fitnah dan munculnya tanduk syaitan, dan ulama-ulama menyebutkan Najd adalah kota Riyadh sekarang.
Dan tahukah anda Riyadh itu? Riyadh adalah ibukota Kerajaan Arab Saudi.
Apakah Nabi Saw hendak melecehkan Haramain ketika menyebutkan hadits ini? atau hendak menubuatkan, betapa berbahayanya suatu negara yang kelak lahir, yang merancang segala urusan pemerintahan dan kebijakan politiknya di Riyadh?. Tempat munculnya fitnah dan tanduk syaitan. [ARN/Ismail Amin]
No comments:
Post a Comment