Thursday, October 13, 2011

Pengetahuan Emosional (1)

Pengetahuan Emosional (1)

This entry is part 2 of 3 in the series Pengetahuan Emosional
Dr. Muhsin Labib
Dr. Muhsin Labib
Mungkin kita sering mendapatkan penjelasan tentang agama, terutama akhlak secara deskriptif, berupa penguraian dan nasehat serta dorongan di majelis-majelis taklim dan pengajian rutin. Tapi ada kalanya kita juga memerlukan penjelasan agama secara analitis dan sistematis.
Manusia telah diperlengkapi oleh Allah dengan tida sarana atau alat untuk mengenal realitas objektif di luar dirinya, yaitu indera, akal dan hati. Kontak manusia (subjek) dengan objek (realitas) itulah yang disebut dengan pengetahuan. Itu berarti ada tiga macam pengetahuan, pengetahuan inderawi (al-ma’rifah al-hissiyah), pengetahuan akali (al-ma’rifah al-‘aqliyah) dan pengetahuan sukmawi (al-ma’rifah al-qalbiyah).

Objek pengetahuan inderawi adalah materi atau realitas terinderakan dengan sifat-sifatnya yang khas seperti berubah, terbatas, bermula, berakhir dan sebagainya. Metode atau cara perolehannya juga disebutkan adalah induksi dan pengalaman. Pengetahuan inderawi ini hanya bisa dinikmati dan diraih oleh sekelompok manusia tertentu, karena sebagian memerlukan sarana laboratorium dan sebagainya. Pengetahuan inderawi tidak mengandung nilai baik dan buruk, benar dan salah, sempurna dan kurang. Ia bebas nilai. Pengetahuan inderawi, karena objeknya sangat terbatas dan paling rendah, adalah pengetahuan manusia yang paling rendah.
Objek pengetahuan akali adalah konsep atau realitas tak terinderakan yang berhubungan dengan materi. Metode atau cara perolehannya adalah deduksi dan penalaran (inferensi). Pengetahuan akali ini hanya bisa dinikamati oleh segelintir orang yang cerdas dan berpendidikan tinggi. Para filsuf dan pemikir adalah kelompok manusia yang sangat kecil di tengah jutaan manusia. Pengetahuan akali, meski mengandung nilai baik dan buruk, benar dan salah, namun ia hanya mempu mengantarkan manusia pada konsep yang merupakan signifikator realitas sejati. Ia tidak dapat mengenalkan manusia (subjek) pada realitas sejati, seperti konsep ketuhanan atau keesaan Tuhan yang tentu bebeda dengan realitas Tuhan itu sendiri. Pengetahuan akali, karena objeknya adalah konsep yang tidak sama dengan realitas yang diekspresikannya, adalah pengetahuan medium yang tentu lebih mulia dari pengetahuan inderawi namun lebih rendah dari pengetahuan sukmawi.
Objek pengetahuan sukmawi adalah realitas tak inderakan (al-waqi’ al-mujarrad) yang sama sekali tidak menyandang sifat-sifat material atau bergantung pada materi. Metodenya adalah at-takhalli atau at-tazakki dan at-tahalli. Pengetahuan sukmawi bisa diraih oleh siapapun, terpelajar maupun awam, miskin maupun kaya, tua maupun muda. Pengetahuan sukmawi, karena objeknya adalah entitas transenden, adalah pengetahuan termulia.
Manusia bisa dianggap berhasil melaksnakan tugas kehambaan apabila telah mencapai iman yang merupakan kesempurnaan esoterik dan amal yang merupakan kesempurnaan eksoterik. Itulah sebabnya mengapa kata ‘iman’ (amanu, aminu) hampir selalu bergandengan dengan amal (amalu, amilu) dalam al-Qur’an.
Iman, menurut para ahli kalam dan filsafat Islam, kombinasi pengetahuan rasional -yang meniscayakan penerimaan- dan pengetahuan emosional- yang membuahkan cinta (al-wila’) .
Seseorang, yang telah membumihanguskan sentra-sentra keburukan spiritual atau berhasil pula membangun sentra-sentra kebaikan spiritual dalam ranah jiwanya, berpeluang untuk mendapatkan pengetahuan emosional. Realitas abstrak dan transendent (al-haqiqah al-mujarrdah al-muta’aliyah), yang merupakan realitas termulia dan hanya bisa ditangkap dan dimasuki oleh jiwa yang telah dibebaskan dari bebelnggu materialnya. Tuhan Allah SWT hanya dapat dirasakan kehadiran-Nya oleh orang yang memiliki pengetahuan emosional, sedangkan orang yang Cuma mengandalkan dan berbekal pengetahuan rasional hanya dapat menangkap tanda-tanda dan konsep-konsep tentang keberadaan Tuhan. Dengan kata lain, dengan pengetahuan rasional, seseorang dapat mengenal dan memahami konsep ketuhanan dan agama, sedangkan dengan pengetahuan emosiona. Seseorang dapat merasakan hakikat Tuhan dan merasakan kehadiran dan penampakan-Nya. (Bersambung)
Sumber-sumber:
1. Mabani Al-Ma’rifah, 34-53,
2. Al-Futuhah al-Makkiyah, juz 3, hal. 440, Al-futuhat Al-makkiyah, juz 1, 289,
3. Fushusuh Al-Hikam, Syarh Al-Qaishari, hal. 175, 276, Fushush Al-Hikam , syarh Al-Afifi, hal. 90,
4. Tajalli wa Zohour dar Erfan, 178-179,
5. Asyi’ah Al-lama’at, hal. 16, 17, 113,
6. Al-Insan Al-Kamil, Al-jili, juz 1, hal. 42, 43, 72, 89-93,
7. Tamhid Al-Qawa’id, hal. 144,
8. Manazil Al-Sa’irin, Al-tilmasani, hal. 510.
9. Akhlaq Ahlil-Bait, 52

No comments:

Post a Comment