Thursday, October 13, 2011

Pengetahuan Emosional (2)

Pengetahuan Emosional (2)

This entry is part 1 of 3 in the series Pengetahuan Emosional

Dr. Muhsin Labib
I. AT-TAKHALLI
Setiap manusia yang hendak mendapatkan Al-ma’rifah Al-qalbiyah atau hendak mengenal realitas transenden, terutama Allah, harus membersihkan ruang jiwanya dari keburukan-keburukan. Keburukan-keburukan adalah hijab dhulmani atau penghalang yang gelap. “Beruntunglah sesiapa yang telah menyucikan jiwanyaقد افلح من زكّاها”. Menyucikan jiwa berbeda dengan berlagak sok suci, “فلا تزكّوا انفسكم هو اعلم بمن ضلّ عن سبيله و هو اعلم بمن اهتدى “ . Menyucikan jiwa, menurut pada ahli irfan nazhari, dapat dilakukan dengan dua cara; 1- melakukan sweeping terhadap setiap ‘preman’ keburukan yang bercokol di sudut gelap jiwa dengan cara istighfar dan ibadah yang tak pernah putus, 2- mengkonsentrasikan serangan pada sentra-sentra keburukan.
Menurut para ahli irfan nazhari, ada tiga induk keburukan dalam jiwa, yaitu Al-zhulm atau kezaliman, Al-kufr atau kekafiran, dan Al-fisq atau kefasikan. Bila tiga sentra ini dapat, dihancurkan maka rezim hawa nafsu dapat dipastikan tumbang.
1. Al-zhulm
Kezaliman didefinisikan sebagai ‘meletakkan sesuatu pada selain tempatnya’. Menurut para ahli irfan nazhari, semua keburukan dalam jiwa bermuara pada kezaliman. Mereka membagi kezaliman menjadi dua; kezaliman intelektual dan teoritis dan kezaliman aktual dan praktis.
Kezaliman intelektual (al-zhulm al-fikri, al-zhulm al-ilmi)
Kezaliman intelektual adalah meletakkan pengetahuan atau pemahaman atau keyakinan pada selain tempatnya. Kewzaliman intelkektual adalah meyakini atau menganggap sesuatu yang salah sebagai benar, atau meyakini sesuatu yang salah sebagai sesuatu yang benar atau meyakini sesuatu bukan karena kebenarannya namun karena keuntungan atau faktor-faktor sekunder, seperti karena banyak pendukung dan penganutnya atau karena terklanjur diajarkan dan tertanam, atau memberikan kesaksian palsu demi menghindari resiko, mengaburkan posisi kebanaran dalam sengketa antar dua orang demi menjaga hubungan persahabatan keduanya dan sebagainya.
Seseorang yang masih berlaku zalim secara intelektual dan teoritis akan dengan mudah berlaku zalim secara praktis. Kezaliman teoritis dapat dibagi dua, berdasarkan konsekuensi yang ditimbulkannya;
  1. Kezaliman teoritis berupa kesalahan dan kekeliruan (yang disengaja) berkenaan dengan masalah-masalah yang tidak berpengaruh terhadap spiritualitas dan nasib kita di akhirat, seperti melontarkan pendapat salah tentang masalah yang sepele .
  2. Kezaliman teoritis berkenaan dengan masalah-masalah yang sang;at berpengaruh terhadap karir kehambaan, seperti meyakini Tuhan sebagai entitas plural atau menyekutukannya, menolak Nabi dan sebagainya.
Kezaliman praktis (al-zhulm Al-amali)
Keazaliman aktual adalah meletakkan tindakan dan prilaku pada selain tempatnya, seperti meludah di sembarang tempat, membunuh binatang yang tidak menganggu dan merusak lingkungan hidup sebagainya. Menurut para ahli irfan nazhari, pelaku kezaliman adalah setiap pendosa, baik manjikan maupun buruh, anak maupun orang tua, penguasa maupun rakyat.
Kezaliman praktis dapat dibagi dua;
1). Kezaliman subjektif atau kezaliman terhadap diri sendiri (al-zhulm Al-dzati). Yaitu kezaliman berupa perbuatan dosa yang tidak melibatkan pihak lain. Merurut para ahli irfan nazhari, setiap perbuatan dosa adalah kezaliman terhadap diri sendiri. Setiap pelaku maksiat adalah penganiaya diri sendiri. Ia telah menzalimi dirinya sendiri karena semestinya ia meletakkan diri (jiwa)-nya dalam ketaatan dan kebaikan. Ia dianggap zalim terhadap diri sendiri karena memaksa dirinya melakukan perbuatan yang bertentangan dengan karakteristik jiwanya. Ia menzalimi dirinya karena membawanya ke siksa Allah. Ia telah melakukan harakiri. Ia adalah seorang masochist. Itulah sebabnya kita selalu dianjurkan untuk mengaku telah berbuat zalim terhadap diri sendiri karena perbuatan buruk yang kita lakukan “ربنا انّا ظلمنا انفسنا وان لم تغفر لنا لنكوننّا من الخاسرين “ (Tuhan kami, sesungguhnya kami telah menzalimi diri kami. Andaikan Engkau tiada mengampuni kami, maka niscaya kami menjadi orang-orang yang rugi) atau mengulang-ulang pengakuan “ظلمت نفسى”. Bahkan para urafa’ menganggap pengakuan zalim terhadap diri sendiri sebagai salah satu syarat bertaubat.
2). Kezaliman objektif (al-zhulm Al-khariji). Yaitu kezaliman berupa perbuatan yang tidak semestinya terhadap diri sendiri dan pihak di luar dirinya. Kezaliman objektif dapat dibagi empat:
  1. Kezaliman terhadap benda-benda mati, air, udara dan sebagainya melalui pencemaran, pemborosan dan penggunaan yang tidak legal, tidak efesien dan untuk hal-hal yang tidak produktif (perbuatan dosa);
  2. Kezaliman terhadap tumbuh-tumbuhan, melalui penggudulan hutan dan penebangan kayu secara membabi buta, dan perusakan cagar alam sebagainya.
  3. Kezaliman terhadap hewan, melalui perburuan liar, pemusnahan satwa langka, pembunuhan hewan secara sadis, dan pengkonsumsian hewan secara berlebihan, penggunakan pakaian dari kulit domba dan ular sehingga menimbulkan kesenjangan sosial sebagainya;
  4. Kezaliman terhadap sesama manusia atau kezaliman sosial. Kezaliman sosial dilakukan oleh setiap manusia, penguasa terhadap rakyat dan sebaliknya, majikan terhadap buruh dan sebaliknya, anak terhadap orang tua dan sebaliknya, suami terhadap isteri dan sebaliknya. Kezaliman sosial tidak identik dengan kelompok, status maupun starta tertentu dalam masyarakat. Seseorang yang masih berlaku zalim baik berupa pemikiran maupun berupa perbuatan, baik subjektif maupun objektif, tidak akan pernah dapat meraih pengetahuan emosional yang sangat mulia itu, dan sudah tentu tidak akan pernah mengenal Allah SWT dan realitas transenden lainnya.
2. Al-kufr
Sentra kedua keburukan dalam jiwa adalah kekafiran. Al-kufr secara kebahasaan berarti ‘menutupi’ atau ‘menyembunyikan’, dan secara keagamaan diartikan sebagai ‘menolak’ dan ‘menentang’. Berdasarkan definisi yang longgar dan umum ini, kekafiran dapat dibagi dua; kekafiran positif atau terpuji dan kekafiran negatif atau tercela. Kekafiran terpuji adalah segala bentuk penolakan terhadap keburukan dan kebatilan. Allah dalam Al-qur’an memuji orang-orang kafir jenis kedua ini “ومن يؤمن بالله ويكفر بالطاغوت فقد استمسك بالعروة الوثقى” (Dan sesiapa yang beriman pada Allah dan berkufur pada tiran, maka telah berpegangan dengan Al-urwah Al-wutsqa”). Kekafiran negatif adalah penolanan terhadap kesempurnaan, kebaikan dan kebenaran. Yang dimaksud dengan al-kufr di sini adalah kekafiran negatif.
Kekafiran (negatif) dapat dibagi tiga;
1. Kekafiran sempurna (al-kufr at-tam), yaitu penolakan terhadap kebaikan dan kebenaran dalam jiwa dan raga. Kekufuran sempurna dalam dibagi empat;
  1. Kekufuran ateistik (al-kufr al-ilhadi, kufr al-uluhiyah), yaitu penolakan terhadap (bukti-bukti) keberadaan Tuhan;
  2. Kekufuran politeistik (al-kufr asy-syirki, Kufr At-tauhid), yaitu penolakan terhadap (bukti-bukti) ke-esaan Tuhan;
  3. Kekufuran terhadap agama (al-kufr al-la-dini, kufr al-nubuwah), yaitu penolakan terhadap bukti-bukti kenabian dan universalitas agama tanpa alasan-alasan yang bisa dimaklumi;
  4. Kekufuran terhadap Islam (kufr al-Islam), yaitu penolakan terhadap agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW atau penolakan terhadap salah satu prinsipnya.
2. Kekafiran lahiriah (al-kufr azh-zhahiri), yaitu semata-mata penolakan secara lahiriah terhadap kebaikan dan kebenaran. Para ahli irfan nazhari memasukkan semua perbuatan dosa (dosa legal dan moral) dalam kekufuran lahiriah. Dalam riwayat disebutkan “Tidak mungkin seseorang yang sedang berzina adalah orang mukmin”. Seseorang yang beriman dan percaya akan adanya Tuhan yang akan mengadili setiap hambaNya tidak mungkin akan berani berbuat dosa. Karena keyakinanya akan hari akhirat masih setengah-setengah, maka seseorang dengan mudah melakukan pelanggaran terhadap perintah Allah. Para ahli irfan nazhari menyebutkan sejumlah kekufuran lahiriah, antara lain kekafiran dalam anugrah (Kufr Al-ni’mah) لئن شكرتم لأزيدنكم ولئن كفرتم ان عذابى لشديد” (Bila kalian bersyukur, niscaya Kami tambahkan untuk kalian, namun bila kalian berskufur, maka sesungguhnya siksa amatlah keras), واشكروا لى ولاتكفرون” ” (Bersyukurlah padaku dan janganlah kalin berkufur), kekafiran dalam dalam perbuatan (kufr al-tha’ah), kekafiran dalam ibadah.
3. Kekafiran batiniah (al-kufr al-bathini), yaitu semata-mata penolakan secara batiniah terhadap kebaikan dan kebenaran. Seseorang yang meyembunyikan penolakannya terhadap kebenaran dan menampakkan sebaliknya adlah orang yang layak menyandang sifat nifaq. Dialah munafiq. Munafik adalah jenis manusia yang sulit untuk memperbaiki diri atau bertaubat, karena karena ketertutupannya, ia tidak mungkin ditegur atau diingatkan oleh orang lain. Umat Islam sejak zaman Nabi hingga kita selalu disibukkan oleh orang-orang munafik.
3. Al-fisq
Para ahli irfan nazhari mendefinisikannya sebagai ‘penyimpangan dari jalan yang luar’ atau mungkin lebih pas diartikan ‘ketidakwajaran’. Setiap perbuatan dosa, menurut para ahli irfan nazhari, adalah abnormalitas, karena norma dan hukum yang mestinya diikuti adalah syariah dan akhlaq Islam. افمن كان مؤمنا كمن كان فاسقا لايستوون (apakah orang mukmin seperti orang fasiq, tentu tidaklah sama). (Bersambung)
Sumber-sumber:
1. Mabani Al-Ma’rifah, 34-53,
2. Al-Futuhah al-Makkiyah, juz 3, hal. 440, Al-futuhat Al-makkiyah, juz 1, 289,
3. Fushusuh Al-Hikam, Syarh Al-Qaishari, hal. 175, 276, Fushush Al-Hikam , syarh Al-Afifi, hal. 90,
4. Tajalli wa Zohour dar Erfan, 178-179,
5. Asyi’ah Al-lama’at, hal. 16, 17, 113,
6. Al-Insan Al-Kamil, Al-jili, juz 1, hal. 42, 43, 72, 89-93,
7. Tamhid Al-Qawa’id, hal. 144,
8. Manazil Al-Sa’irin, Al-tilmasani, hal. 510.
9. Akhlaq Ahlil-Bait, 52

No comments:

Post a Comment